"Sayang sekali, ya?" kata Putri menghentikan permainan pianonya.
"Kenapa?"
"Padahal aku bersedia menemanimu jika kau mau," kata Putri dengan tulus.
"Aku ingin bertanya satu hal padamu. Mengapa kau ingin menjadi temanku?"
"Karena kamu satu-satunya orang yang menanggapiku seakan-akan aku tidak sakit. Selama ini, semua orang berbicara kepadaku kelihatan sangat berhati-hati, seakan-akan penyakitku ini menular."
"Oh, jadi begitu," kata Deni, "kalau begitu, aku akan menjadi temanmu!"
"Benarkah? Terima kasih."
Sepulang sekolah Putri menemani Deni membersihkan kamar mandi. Mlereka tampak sangat akrab. Pak Joko mengamati Deni dan Putri dari jauh sambil tersenyum lega.
Keesokan harinya Putri mendapati Deni sedang menulis sesuatu di taman sekolah.
"Hei, ngapain kamu di sini?" tanya Putri, "oh, rupanya lagi buat contelan ya? Kenapa kemarin gak belajar, sih?"
"Aku lupa belajar kemarin malam,"
"Tapi aku lebih menghargai seseorang bila ia mengerjakan ulangannya dengan kemampuan sendiri tanpa mencontek," kata Putri berusaha meyakinkan Deni.
"Putri, aku tidak belajar sama sekali. Kalau nilaiku jelek gimana?"
"Aku yakin kamu pasti bisa, kok! Hmmm.. aku punya ide, gimana kalau kita taruhan?"
"Apa? Taruhan?"