"Aku sakit."
"Sakit apa?"
"Aku punya penyakit kelainan jantung sejak kecil. Oleh karena itu, aku tidak boleh capek. Hidupku hanya berkisar di sekolah, rumah, dan rumah sakit. Oh iya, boleh aku tahu namamu?"
"Deni!" jawabnya dengan singkat.
"Aku Putri. Bisakah kita berteman?" tanya Putri sambil menghentikan permainan pianonya.
"Berteman? Aku tidak suka berteman dengan siapa pun!"
"Baiklah, aku akan menunggu sampai kau mau jadi temanku," kata Putri yakin.
"Aku tak akan pernah jadi temanmu!" kata Deni sambil membalikkan badannya dan meninggalkan ruangan itu.
Keesokan harinya, Deni sengaja membolos dari sekolahnya. Seharian ia bermain di tempat biliar.
Saat pulang sekolah, Putri dijemput oleh Pak Ahmad, supir pribadinya. Siang itu tampak sangat ramai. Kemacetan pun
tak dapat dihindari.
Putri memalingkan wajah ke sebelah kiri. la seperti melihat sosok Deni yang menggunakan seragam sedang berada di tempat bermain biliar. ia sangat mengenali ciri khas Deni yang berambut merah itu.
"Pak, berhenti dulu," kata Putri dengan tiba-tiba.
Pak Ahmad menghentikan mobilnya di tempat parkir terdekat.
"Ada apa, Putri?" tanya Pak Ahmad cemas.
"Tolong Pak Ahmad tunggu di sini sebentar!" kata Putri seraya keluar dari mobil.