"Sst, lihat tuh, ini tempat praktek dokter hewan," bisik satu yang beramput kepang.
"Ya sudah, Pak. Ambil aja kucingnya," ujar gadis remaja itu lalu pamit pulang bersama teman-temannya.
"Terima kasih Ayah," kata Ali penuh syukur.
"Sama-sama, Nak. Ayah tadi dengar kalau dia senang membuat video yang membuat kucing ini tersiksa. Ali, Bona, Hafizh, dan Haidar jangan sampai seperti itu. Perbuatan tersebut sama saja menganiaya hewan. Bisa-bisa terjerat undang-undang. Apalagi di dalam Islam, Rasulullah sudah pernah melarang umatnya untuk menyiksa binatang. Tidak tanggung-tanggung, bisa masuk neraka walaupun orang yang melakukannya memiliki amal sholih yang banyak." Ayah Ali memperingatkan.
"Iya Om, kami tidak akan seperti itu," jawab Bona hampir serempak dengan yang lainnya.
Ali tampak senang dan mengelus kucing barunya.
"Kamu bahagia sekali, Li," tanya Hafizh yang alergi kucing.
"Tentu saja. Aku kurang suka memelihara hewan, tetapi sebenarnya hewan itu lucu. Galaknya mereka pasti karena lapar, marah, ataupun sakit. Manusia juga begitu, tapi kalau manusia kan bisa berusaha sendiri. Kalau binatang, tidak. Makanya aku suka sedih, kalau ada orang yang jahat sama binatang. Mereka cuma bisa berekspresi tapi tidak bisa mengatakan kalau mereka sedih dan sakit," jawab Ali membuat Ayahnya bangga.
Beliau sadar putranya memiliki bakat seperti dirinya yang berprofesi sebagai dokter hewan.
"Oh iya, Bona, kamu juga tadi terluka dicakar kucing, kan?" tanya Haidar mengingatkan.
"Iya, ini masih perih," jawab Bona.
Ayah Ali pun membantu mengobati luka Bona.
Mereka sekalian melihat ruang praktik ayahnya.