Yang ditanya mengangguk mantap. Pak Budiman melihat adanya kejujuran di mata Ati.
“Baik, Silmi, Bapak akan bantu cari sepatu kamu. Tapi sebelum itu kamu pulang dulu dengan sandal. Kamu bawa sandal yang biasa untuk wudhu kan?” tanya Pak Budiman.
“Bawa, Pak,” jawab Silmi kini mulai tenang dan tidak marah-marah lagi. Tetapi di wajahnya masih muncul rasa kesal karena sepatunya belum ditemukan.
“Oiya, siapa yang kasih tahu kamu kalau sebelumnya ada kasus sepatu hilang dan pelakunya adalah Ati?” tanya Pak Budiman menyelidik.
“Adik kelas yang kasih tahu, Pak. Dia bilang sama adikku kalau sebelumnya pernah ada kejadian seperti ini.” Silmi mengatakan yang sebenarnya.
“Siapa adik kelas yang kamu maksud?” tanya Pak Guru lagi.
“Hmm, Rifa Pak. Kelas 4,” jawab Silmi.
“Ya sudah, sekarang sebaiknya kalian pulang dulu karena ini sudah mau sore. Besok pagi, kalian akan berkumpul dulu di ruang guru untuk membicarakan masalah ini. Biar Bapak yang coba cari sepatumu. Kalau boleh tahu warna sepatu dan ciri-cirinya bagaimana?” tanya Pak Budiman sebelum mereka pulang.
Silmi menyebutkan ciri-ciri sepatunya, setelah itu dia pamit pulang mengenakan sandal yang biasa dibekal untuk keperluan berwudhu.
Keesokan harinya, Silmi, Ati, Bona, Rijal, dan Ita berkumpul kembali di ruang guru.
“Sebentar ya, kita menunggu satu orang lagi,” Kata Pak Budiman. Selang beberapa saat kemudian, datanglah Rifa masuk ke ruangan itu.
“Bapak panggil saya?” tanya Rifa ragu-ragu. Matanya terlihat gugup saat memandangi ada kakak kelas 5 dan kelas 6 berada di sana.
Baca Juga: Cerpen Series Bunga: Setangkai Bunga Matahari untuk Ali Sebagai Bukti Kesetiaan Cinta Seorang Kinara
“Iya Rifa. Kamu tahu nggak, kemarin sepatunya Ita hilang?”
