GENMUSLIM.id - Bangun dini hari kali ini benar-benar berbeda, dengan kesendirian usai hari kemarin seakan mimpi di siang bolong, Aini sempat merenungi dirinya sebentar sebelum akhirnya berucap istighfar dan membaca doa bangun tidur.
“Aini, Aini, gimana mau mencintai kehilangan, dalam kesendirian aja suka lupa bersyukur. Sesederhana masih bisa bangun setelah mati suri setiap hari”
Aini berjalan gontai menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan berwudhu, kesendiriannya terasa lebih sepi dari biasanya, sepi sangat terasa, bahkan Aini bisa mendengar detak jantungnya sediri.
Biasanya Aini bangun seperti ini juga dalam kesendirian, hanya setelah hari pernikahan Bagas seolah semua mendadak hambar dan sepi sekali, pikirannya hanya mengisyaratkan sabar tanpa kesadaran.
Kesendirian ini benar membuat Aini kadang ngereog sendiri dalam aktivitasnya, rungsing di kepala hingga butuh bodrex sesekali tiap pulang kerja.
Baca Juga: Puisi Terima Kasih Sudah Mencintaiku: Berisi Ungkapan Cinta Pada Sosok yang Berarti Siapa Pun Itu
Hanya akhir pekannya terasa lebih berwarna, halaqah setiap pekan Aini bisa mengisi kesendirian itu dengan ngobrol bersama teman-teman satu lingkarannya yang diisi charger ilmu dan saling mengingatkan.
Gerak gerik Aini seperti terbaca oleh Murobbi-nya yang terlihat Aini kusut dikala termenung dalam kesendiriannya, entah saat datang duluan atau saat sedang melingkar.
“Aini kenapa?”
“Kenapa? Hem…ngak apa-apa Us….”
Mata mereka bertemu, seketika mata Aini mengabur, tetesan itu kembali keluar dari persembunyiannya. Pelukan segera meluncur beradu dengan hangatnya mentari siang kala itu. Tidak ada yang terucap hanya isak dan sesenggukan yang hadir di dalam peluk tadi pertanyaan orang-orang melihatnya yang biasa rapi menjadi kacau dengan mata sembab.
Meskipun keanehan nampak, tidak ada satu orang pun yang berani menanyakannya, hanya ketika bersalaman mereka mengatakan semangat atau memeluk erat Aini.
Mencintai kehilangan justru berakhir menciptakan kesendirian yang tiada ujung dalam diri Aini, ketika pun kehilangan sang Ayah rasanya sudah berat. Dalam benak Aini ketika itu, jikapun suatu hari mengalami kehilangan yang sama, rasanya tidak akan lebih parah dari hari itu.