Anies memang antitesa Jokowi, itu sudah disepakati kebanyakan orang.
Namun, Anies bukan PKS. PKS pun bukan Anies dan juga bukan “anak Abah”.
Pilkada DKI Jakarta 2017, pilpres 2024, dan deklarasi awal pasangan Anies-Sohibul Iman (AMAN) adalah bukti kalau PKS mendukung figur yang tidak didukung Jokowi.
Logika yang lebih tepat adalah, tidak mendukung Anies sama artinya dengan mendukung figur pilihan Prabowo, karena KIM Plus dimotori oleh Gerindra.
Adalah wajar jika PKS batal mendukung Anies, karena Anies sendiri gagal nambah 4 kursi, bila merujuk pada UU Pilkada sebelum diubah MK.
Jadi, tidak mendukung Anies sama sekali bukan karena mendukung Jokowi.
Dukung Bobby = Dukung Dinasti
Soal dukung mendukung dinasti, mari kita lihat dari track record PKS. Selama hampir 20 tahun berkuasa di Depok, semua walikota yang terpilih bukan anak, menantu, atau istri dari walikota sebelumnya.
Perhatikan juga Jawa Barat, pasca Gubernur Aher, cagub Jabar yang didukung PKS adalah Ajat Sudrajat, bukan Netty Heryawan istri Aher.
Demikian juga daerah-daerah lain yang dikuasai PKS seperti Sumbar, NTB, dll.
Jadi, dinasti bukanlah jalan ninja PKS. Kalau sekarang dukung Bobby di Sumut, karena realitas politik di dua provinsi itu memang beda.
Masih banyak daerah-daerah lain di mana PKS tidak mendukung calon pilihan Jokowi atau KIM.
Dari rekam jejaknya, PKS telah membuktikan tidak pernah mendukung politik dinasti.
Masuk kabinet = Masuk perangkap oligarki