Baca Juga: Cerpen Inspiratif Islami: Kisah Perjuangan Hujan Dalam Berdagang dan Berdoa Kepada Allah
Semua kejahatan pernah dilakukannya semasa muda. Seperti yang ia tuangkan dalam tulisannya.
“Aku tak bisa memikirkan tahun- tahun itu tanpa kengerian, kemuakan sekaligus kepiluan. Aku telah membunuh banyak laki-laki dalam perang dan menantang banyak laki-laki berduel untuk membunuh mereka. Aku kalah dalam main kartu, memeras tenaga petani, menjatuhkan mereka dalam hukuman, hidup bebas dan menipu orang. Berdusta, merampok berzina, mabuk-mabukan, membunuh dan lainnya. Tak ada satupun kejahatan yang tak kulakukan. Terhadap semua itu, orang-orang memuji semua prilakuku dan mereka yang sezamanku dianggap dan menganggapku sebagai orang yang termasuk bermoral” (Hlm 10)
Baca Juga: 5 Rekomendasi Destinasi Wisata Kuliner di Malang yang Nikmat, Enak dan Sayang untuk Dilewatkan !
Ambisi, cinta kekuasaan, ketamakan dan hal-hal yang menimbulkan nafsu birahi, kebanggan, kemarahan, balas dendam semua itu dihormati.
Ia menggambarkan bagaimana suram dan betapa bejatnya semasa muda dulu.
Semua itu menimbulkan kebanggan tersendiri bagi Leo Tolstoy.
Menulis baginya adalah untuk memperoleh materi, ketenaran.
Ia menulis dengan kesombongan, kebohongan hanya untuk dipuji.
Baca Juga: Puisi: Takdir Semesta, Sebuah Karya yang Menceritakan Tentang Harapan dan Impian Seseorang
Dari kegundahan hidupnya Tolstoy selalu mencari jawaban atas kehidupan yang ia alami, Tuhan yang ia cari.
Ia merasa muak dengan sakramen-sakramen agama yang dianutnya.
Ia tidak puas dengan apa yang didapatkan atas hidupnya.
Pertanyaan-pertanyaan atas kehidupan berseliweran dalam kepalanya “Apakah aku dan alam semesta itu? Dan mengapa aku dan apakah alam semesta itu?”
Baca Juga: Cerpen Psikologi Kriminal: Tim Moving dan Pencarian Pemburu Tato Titik dan Koma