Guru bukanlah baby sitter yang bertugas menjaga dan mengasuh anak.
Bully agaknya sudah menjadi kondisi darurat karena sudah banyak beberapa kasus dari dampak bully yang tidak hanya menyebabkan cedera fisik atau psikis korbannya, tetapi juga kematian.
Baik kehilangan nyawa karena tindak kekerasan pelaku bully, atau kehilangan nyawa karena tidak sanggup menerima bully secara terus-menerus.
Jika berbicara perspektif bully, seorang anak yang menjadi pelaku bully adalah mereka yang pernah menjadi korban bully.
Baca Juga: BEJAT! Guru BK Cabuli 2 Siswi di Ruang Sekolah, Rekam dan Ancam Korban! Lihat berita Selengkapnya
Dari kasus di atas, kita tahu bagaimana bibit bully ditanamkan oleh orang tuanya.
Karena perilaku bully dimulai di rumah dan dimulai dari orang tua.
Misalnya, karena anak tidak mendapat perhatian dari orang tuanya, ia harus tantrum untuk mendapat perhatian.
Jika sikap orang tua adalah memarahi atau bahkan melakukan kekerasan fisik, hal itu yang diserap dan akan ditiru anak dalam menghadapi setiap masalahnya.
Jadi, orang tualah yang berperan penting terhadap attitude dan emphaty anak terhadap orang lain, bukan guru di sekolah karena pendidikan adab terjadi di rumah.
Baca Juga: Akhir Zaman, Hilangnya Adab Kepada Guru Penyebab Diangkatnya Ilmu Syariat Sebelum Kiamat
Lalu, apa yang harus dipersiapkan agar anak tidak menjadi pelaku bully atau korban bully?
- Orang tua harus mempunyai kedekatan emosional
Anak harus merasa aman dengan orang tua. Jangan pernah menyepelekan perasaan anak karena orang tua harus menjadi sahabat anak.
- Orang tua harus melatih EQ anak
Anak perlu aware mengenai emosi, baik emosi yang dirasakannya ataupun perasaan orang lain.