GENMUSLIM.id - Secara garis besar, orientasi pemikiran Ibnu Taimiyah mengenai hubungan antara Islam dan negara tidaklah dipisah sebagaimana yang dipahami oleh orang-orang sekuler jaman sekarang.
Dalam formula pemikiran Ibnu Taimiyah, negara hadir bukan untuk mengkontrol ajaran Islam mana yang sesuai di publik mana yang tidak sesuai, sebagaimana paham sekular versi Perancis.
Selain itu, dalam kerangka pemikiran Ibnu Taimiyah negara tidak bersifat netral terhadap agama atau memandang semua agama (termasuk Islam) sama di mata hukum, sebagaimana paham sekuler versi Amerika Serikat.
Namun, Islam menjadi dasar utama dalam menjalankan roda pemerintahan dengan kata lain juga bagaimana seorang pemimpin memerintah rakyatnya dengan ajaran Islam.
Menurut Munawir Sjadzali, di dalam bukunya yang berjudul Islam dan Tata Negara disebutkan alasan yang melatarbelakangi seorang ulama besar yang bernama Ibnu Taimiyah sangat menekankan bagaimana Islam menjadi dasar sebuah negara disebabkan dua alasan;
Penguasaan yang sangat mendalam terhadap ilmu-ilmu Islam pada diri seorang Ibnu Taimiyah.
Perintah dari ajaran Islam yang memang memandang Islam, baik dari segi hukum dan akhlak harus diterapkan di ranah publik maupun privat.
Realitas empiris umat Islam kala itu yang dihadapi Ibnu Taimiyah memang sedang mengalami kemrosotan moral, baik dari segi pemimpinnya maupun rakyatnya.
Baca Juga: Membaca Sejarah Penerapan Hukum Islam Pada Periode Kesultanan Berdiri Kokoh di Nusantara (Part 5)
Oleh sebab itu, sangat relevan dan masuk akal jika Ibnu Taimiyah menekankan bagaimana Islam menjadi acuan dalam bernegara dan bermasyarakat.
Menurut Ibnu Taimiyah, dekadensi moral di tengah masyarakat Islam disebabkan para pemimpin muslim kala itu tidak memberi teladan yang baik dan pemimpin yang gagal menunjuk orang-orang yang tepat untuk menduduki sebuah jabatan.
Dalam menyikapi kondisi yang jauh dari ideal dan cita-cita Islam, maka Ibnu Taimiyah berupaya melakukan reformasi pada ranah politik dan kondisi masyarakat dengan menyeru untuk kembali pada Al Qur’an dan Sunnah Nabi, serta komitmen kepada tujuan (hadaf) agung agama, yaitu terciptanya kedamaian dan terwujudnya kesejahteraan di kalangan umat.
Menurut Munawir Sjadzali, apa yang menjadi pemikiran Ibnu Taimiyah bukan hal baru dalam sejarah pemikiran Islam, sebab sebelum Ibnu Taimiyah, ulama-ulama besar lain seperti Al Ghazali, Ibnu Abi Rabi, Al Mawardi, dan lain-lainnya sudah melakukan hal yang sama.