GENMUSLIM.id - Pergulatan pemikiran mengenai hubungan Islam dan negara memang menjadi salah satu topik hangat yang terus diperbincangkan oleh cendekiawan Muslim terdahulu hingga detik ini, tak terkecuali dengan Ibnu Taimiyah.
Ibnu Taimiyah sendiri lahir ketika kondisi pemikiran dan politik Islam mengalami denyut terendah peradabannya, sebab lima tahun sebelum beliau lahir, tepatnya pada tahun 1258 M, tentara Hulagu Khan dari Mongol menyerang dan membumi hanguskan kekhalifan Abbasiyah, yang memerintah dunia Islam selama lima abad.
Dengan kata lain, Ibnu Taimiyah lahir ketika dunia Islam mengalami kegentingan yang luar biasa, baik dalam bidang pemikiran, politik, ekonomi, maupun sosial-kebudayaan.
Oleh karena itu, ketika Ibnu Taimiyah tumbuh dewasa menjadi salah satu ulama besar dalam sejarah Islam, mulai merumuskan gagasan besarnya tentang bagaimana hubungan islam dan negara.
Baca Juga: Tarbiyah Islamiyyah: Orang Tua Harus Tau 6 Landasan Utama Dalam Mendidik Anak Menurut Ajaran Islam
Di dalam buku yang berjudul Pemikiran Politik Islam; Sejarah, Praktik dan Gagasan, Sirojuddin Aly mengatakan, jika Ibnu Taimiyah sendiri lahir pada tahun 661 H/1262 M di Kota Harran, sebuah kota kecil yang jaraknya tidak jauh dari Kota Damaskus.
Ketika Ibnu Taimiyah masih berusia anak-anak hingga remaja, beliau menyaksikan sendiri bagaimana dunia Islam kala itu mengalami kondisi yang sangat menyedihkan, sebab kehidupan masyarakat yang habis mengalami penyerbuan dari Mongol yang begitu sangat kejam dan ganas, telah menyebabkan kekacauan sosial yang cukup parah.
Selain itu, dekadensi moral atau rusaknya akhlak masyarakat yang menjamur, sehingga Ibnu Taimiyah terpanggil untuk memberikan tawaran pemikiran dan gagasannya tentang Islam dan negara, yang sangat menekankan bagaimana pentingnya Islam menjadi rujukan hukum dan akhlak dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Karena Islam menjadi rujukan utama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka yang namanya negara dan Islam tidak dipisahkan.
Baca Juga: Membaca Sejarah Penerapan Hukum Islam Pada Periode Kesultanan Berdiri Kokoh di Nusantara (Part 5)
Dengan kata lain, atau di dalam istilah modern, Ibnu Taimiyah dalam gagasannya mengenai politik tidaklah sekuler.
Dengan adanya ‘lembaga’ yang namanya negara, kehidupan penguasa dan rakyat tunduk pada ajaran Islam.
Islam memandu penguasa dan rakyat dalam berbuat dan berindak sebagai penguasa maupun sebagai warga negara, di ruang privat maupun di ruang publik.
Artinya, dalam gagasan Ibnu Taimiyah tidak ada kalimat yang mengatakan ‘agama adalah ruang privat setiap individu dan ruang publik bukan urusan agama.’