GENMUSLIM.id - Ketika periode kesultanan Islam di Nusantara mendominasi seluruh aspek kehidupan di kawasan tersebut, ada beberapa aspek yang seringkali sedikit diabaikan, yakni dalam kasus hukum apa yang diterapkan pada masa tersebut.
Pembahasan mengenai penerapan hukum Islam pada masa kesultanan tegak kokoh berdiri di kawasan Nusantara, sangat relevan ketika menjamurnya gagasan bahwa hukum Islam dikatakan ‘pemikiran utopis yang sulit untuk diterapkan.’
Fakta sejarah jika menilik pada masa kesultanan Islam di Nusantara tidaklah demikian, sebab di Kesultanan Malaka, Aceh, Banten, Demak, maupun Mataram, hukum Islam memainkan peranan yang sangat sentral pada masa tersebut.
Di Kesultanan Mataram Islam misalnya, di mana Mahkamah Serambi merupakan manifestasi bagaimana hukum Islam tegak pada masa tersebut.
Baca Juga: Membaca Sejarah Penegakkan Hukum Islam Pada Periode Kesultanan Berdiri Kokoh di Nusantara (Part 1)
Muhammad Hisyam di dalam bukunya yang berjudul Caught between Three Fairs; The Javanese Pangulu under Dutch Colonial Administration mengatakan, di beranda Masjid Agung, Surambi, penghulu memimpin sidang pengadilan.
Para penghulu di Surambi ini memiliki tugas yang beragam, mulai dari perceraian, hukum waris, kriminal, maupun memutuskan hukuman mati.
Otoritas penghulu sendiri juga dibangun berdasarkan basis pengetahuannya yang luas dalam hukum Islam.
Ini menjadi pertimbangan paling penting dalam pengangkatan mereka menjadi penghulu, selain mempunyai keterampilan administratif, loyal terhadap raja, dan memiliki hubungan keluarga dengan para penghulu senior.
Keahlian para penghulu dalam hukum Islam dapat dilihat ketika para penghulu tersebut menjalankan tugas mereka di pengadilan surambi.
Para penghulu tersebut mempunyai referensi kitab-kitab hukum Islam yang terkenal, dalam rangka menyelesaikan kasus-kasus hukum yang dihadapinya.
Kitab-kitab hukum Islam yang digunakan di pengadilan surambi ialah al-Muharrar karya Abu al-Qashim Abdul Karim bin Muhammad al-Rafi’i (wafat 623 H), al-Mahalli karya Muhammad bin Ahmad al-Mahalli (wafat 864 H), Tuhfah al-Muhtaj karya Ibnu Hajar al-Haitami (wafat 973 H), Fath al-Muin karya al-Malabari dan Fath al-Wahhab karya Abu Yahya Zakariyah al Anshari wafat (926 H).
Menurut Muhammad Hasyim, kitab-kitab tersebut juga ditemukan di pesantren di Jawa pada abad ke-19, yang sangat bercorak madzhab Syafi’i.