"Eh, enggak usah Pak Tua ...." Sebelum Gema sempat mencegah lelaki tua itu sudah telanjur pergi dan tidak menghiraukan dirinya.
Gema melihat sekeliling ruangan itu, ada banyak buku-buku yang tersimpan rapi di rak kayu yang kokoh.
Dia berjalan mendekat ke arah rak dan melihat buku-buku koleksi Pak Tua. Ada banyak buku dimulai dari buku sejarah, buku pengetahuan, sastra, arsitektur, hingga bahasa.
"Kenapa, Gem? Ada yang aneh?" ucap Pak Tua yang sudah kembali dari dapur membawa dua cangkir teh di tangannya.
Baca Juga: Eccedentesiast, Sebuah Usaha Menyembunyikan Luka: Babak Belur Dihajar Kenangan
"Eh, enggak Pak Tua. Saya cuma kagum, Pak Tua punya banyak koleksi buku. Kebetulan saya juga suka baca, tapi buku yang saya punya enggak sebanyak Pak Tua." Gema menggaruk kepalanya tidak gatal dan terkekeh pelan.
Gema kembali duduk bersama Pak Tua yang sedang membuka kantong plastik berisi nasi uduk pesanannya.
Sembari melahap nasi uduk itu, Pak Tua bercerita tentang hobinya mengoleksi buku yang ternyata sudah dia lakukan sejak di usia Sekolah Dasar. Tak heran jika koleksi bukunya banyak.
"Kamu libur sekolah gini enggak pernah ada keinginan buat main gitu? Atau ngumpul bahagia sama teman seusiamu, kalau kata anak zaman sekarang nongkrong."
Baca Juga: Waspada! Polusi Udara di Jakarta Kian Meresahkan, Berikut Dampaknya Bagi Pernapasan Manusia!
"Itu kalau buat orang lain, Pak. Saya mana bisa, enggak tega minta uang buat dihabiskan main-main begitu. Kasian Ibu yang nyarinya susah payah," jawab Gema apa adanya.
Gema memang benar, bagi remaja kebanyakan mungkin nongkrong dan menikmati hidup seperti sudah menjadi rutinitas. Namun, tidak baginya.
Setiap kali temannya mengajak Gema untuk nongkrong atau bermain dia selalu menolak. Bukan karena tidak ingin, tapi karena dia memilih untuk tidak melakukannya.
Bagi Gema menghabiskan waktu dengan membantu ibunya atau belajar itu akan lebih berguna baginya.