GENMUSLIM.id- Aku tidak bisa tidur sampai pagi menjelang. Aku masih terjaga. Malam ini pikiran-pikiran akan sosokmu seperti menghujam kepalaku. Sungguh amat sakit rasanya.
Kesakitan yang luar biasa ini kerap kali hadir kala malam sudah sangat purba. Aku duduk bibir kasur, menatap rentetan buku yang berjejer rapi dan berkas-berkas yang mulai usang dimakan usia.
Melamun lalu melenguh panjang. Mengingat kembali setiap kesalahan yang pernah kulakukan padamu selama kita masih bersama.
Tidak ada yang luput dari ingatanku, termasuk keputusanmu kala kita duduk berdua menyeruput kopi. Suaramu tersekat, aku kikuk tidak berani menatapmu.
Baca Juga: Cuma Dua Bahan! Resep Cookies Pisang Almond Simple Favorit Mertua Banget!
Andai saja hanya kita berdua di tempat itu, barangkali aku tidak ingin mendengar suaramu kala kamu mengucapkan hal yang amat berat bagiku. Tetapi kamu tetap pada pendirianmu.
Sejak saat itu kita menjadi asing.
Sungguh, malam ini terasa amat sakit namun aku diam dan mencoba memahami itu semua walau perih, walau getir, walau membuat dadaku sesak tak terperi. Aku berusaha mencoba memahami dengan pikiranku yang paling jernih, Zia.
Namun setelah aku tak dapat memahami apa yang terjadi padaku ini, sosokmu berseliweran di dalam kepalaku. Bagaimana tidurmu malam ini? Apa agendamu besok pagi? Bagaimana keseharianmu setelah kamu memutuskan pergi dariku? Apakah baik-baik saja atau sakit sebagaimana yang aku rasakan?
Baca Juga: Benarkah TBC Dan Asap Rokok Berdampingan ? Berikut Faktanya!
Kukira kamu akan tetap baik-baik saja. Tidak akan ada yang kurang darimu. Senyummu tetap merekah. Langkahmu tetap tegak. Perasaanmu tetap tenang. Dan kamu hidup seperti biasa tidak ada yang kurang sama sekali karena memang aku rasa kamu tidak pernah merasa kehilangan sebagaimana aku.
Oh, ya, malam ini jarum jam menunjukkan pukul 02:13 dini hari. Setelah kesakitan yang luar biasa itu tidak surut-surut. Aku bangkit menuju dapur hendak membuat kopi. Kuambil beberapa biji kopi Robusta Dampit, menyiapkan susu kental manis, alat grinder manual, juga alat Vietnam drip dan mulai memasak air.
Aku pernah membayangkan duduk bersamamu, ngobrol panjang lebar dengan topik remeh temeh dan kopi ada di depan kita. Tetapi sejak kamu pergi, aku takut membayangkan semuanya. Yang kulakukan hanyalah berusaha menerima setiap peristiwa yang menghampiriku dengan segala kekuranganku.