Tapi tak mengapa, universitas dengan program studi ini pun masih menjadi salah satu pilihanku. Bagaimanapun, aku akan tetap melanjutkan studiku di sini, aku akan belajar dengan giat di sini, dan aku akan bernaung di perguruan tinggi ini.
Selamat Universitas Riau, selamat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, selamat Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, kau telah berhasil menyelinap masuk dalam daftar hal yang kucintai dan kuperjuangkan dengan sungguh.
Baca Juga: Cerpen Tema Patah Hati: Upaya Berdamai dengan Masa-masa yang Lalu
Awal menjadi mahasiswa baru adalah hal yang menyibukkan, terkadang menyebalkan, tapi menyenangkan.
Banyak hal baru yang kutemui di sini, mulai dari orang-orang, hingga kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan, yang bisa dibilang jarang sekali kudapati kala masih berada di kehidupan Sekolah Menengah Atas sebelumnya.
Menjadi mahasiswa bagiku adalah sebuah kebebasan. Jelas berbeda dengan status seorang siswa di sekolah. Kegiatannya tidak hanya mentok belajar dalam kelas, namun juga di lingkungan luar; di organisasi bahkan di jalanan.
Aku tertarik pada salah satu organisasi di fakultasku, aliansi mahasiswa Islam pendidikan namanya. Namun, hanya sebatas tertarik belum ingin kutekuni samasekali.
Beberapa waktu yang lalu ketika aku masih duduk di bangku SMA, kehidupanku seperti kebanyakan siswa lainnya.
Aku suka belajar sambil bermain, aku memiliki kawanan satu genk yang memiliki banyak kesamaan denganku, dan aku memiliki seorang pacar masa itu, teman-temanku pun begitu.
Tak banyak lagi sebenarnya yang aku ingat di masa kelam itu. Aku mulai menjalin hubungan tak terarah itu semenjak kelas 1 SMA hingga menjelang Ujian Nasional tiba.
Banyak yang telah kukhianati dan kuingkari dalam pilihanku yang nyatanya salah itu. Dari awal masuk SMA, kedua orang tuaku dengan tegas tak mengizinkanku untuk pacaran namun kutentang dengan lantang.
SMA yang dengan sangat yakin kupilih saat itu, yang mana sekolah itu bernuansa Islami dan ketika mendaftar harus kupenuhi berbagai aturan dasar yang salah satunya memuat dilarang pacaran, tapi aku malah mengingkari dengan senang hati.
Beberapa orang teman karibku juga sempat menyarankanku untuk tidak usah berpacaran, tapi yang ada, aku menganggap mereka hanya sebagai angin lalu. Mereka saja tak begitu, pikirku.
Tercatat, ada 3 orang lelaki yang sempat membawaku dalam hubungan antah berantah itu. Mereka yang selalu berada dalam lingkungan sekitarku dan dengan usia yang terpaut tidak cukup jauh denganku, membuat hal yang dilarang sekolah itu menjadi kulakukan.