Dalam kitab Tafsir Al- Qurthubi terdapat beberapa masalah yang terkandung dalam surat Al- Baqarah ayat 280 ini.
Pertama, bagi orang yang merasa kesulitan untuk mengembalikan hutangnya itu, Allah menetapkan untuk menunggu hingga keadaannya membaik.
Apabila hutang ditentukan pada batas waktu tertentu, maka orang yang memberikan hutang tidak berhak menagih hutang sampai waktu tersebut tiba.
Hukum menunda membayar hutang tidaklah haram, apabila ia benar-benar tidak sanggup untuk membayarnya dan jangka waktu yang disepakati di awal.
Kedua, Allah menunjukan ketetapan penagihan hutang.
Kita boleh mengambil paksa harta orang yang berhutang.
Namun dengan ketentuan ia tidak ingin membayar hutang tersebut sedangkan ia mampu untuk membayarnya, karena hal itu termasuk perbuatan yang zalim.
Dalam hal ini Nabi SAW tidak menyukai orang yang menunda untuk membayar hutang padahal ia mampu.
Ketiga, Allah menyarankan kepada yang memberi hutang untuk menjadikan barang atau harta yang dihutangkan itu sebagai sedekah jika ia tidak sanggup untuk membayarnya, karena itu lebih baik daripada menangguhkannya.
Menangguhkan hutang dengan menghapus hutang itu dua hal yang berbeda.
Menangguhkan hutang adalah memberikan keringanan dan jeda waktu dari kesepakatan pembayaran awal.
Sedangkan menghapus hutang yaitu menjadikan pinjaman tersebut sebagai sedekah, dan membebaskan orang yang berhutang dari bebannya.
Begitulah penjelasan mengenai hutang piutang dalam Al Quran, orang yang memberi hutang dan yang berhutang harus membuat kesepakatan.