Berdasarkan dalil dalam Al Quran, mahram sebab perkawinan ada enam golongan, diantaranya:
a. “Dan ibu-ibu istrimu (mertua)” [QS. an-Nisa (4): 23]
b. “Dan istri-istri anak kandungmu (menantu)” [QS. an-Nisa (4): 23]
c. “Dan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri” [QS. an-Nisa (4): 23]
d. Anak Tiri (dengan ketentuan tertentu)
Menurut jumhur ulama, termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaan seseorang mempunyai hubungan mahram dengannya.
Anak tiri menjadi mahram dengan ketentuan jika ibunya telah dicampuri, tetapi jika belum dicampuri maka dibolehkan untuk menikahi anaknya setelah bercerai dengan ibunya.
Sedangkan ibu dari seorang perempuan yang dinikahi menjadi mahram hanya sebab akad nikah meskipun perempuan yang dinikahi tersebut belum dicampuri, kalau sudah akad nikah maka si ibu haram dinikahi oleh yang menikahi putrinya.
e. “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri)” [QS. an-Nisa (4): 22]
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ … [النساء: 22]
Wanita yang dinikahi oleh ayah menjadi mahram bagi anak ayah dengan hanya akad nikah, walaupun belum dicampuri oleh ayah, maka anak ayah tak boleh menikahinya.
f. “Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara” [QS. an-Nisa (4): 23]
Sangat jelas larangan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang menghimpunkan dalam perkawinan antara perempuan dengan bibinya.
Baik itu bibinya dari pihak ibu, atau dengan bibinya dari pihak ayah.