Sambil menghisap cerutunya, Rama tersenyum kecil melihat anak-anak perempuannya menyiapkan makanan. Padahal laki-laki itu tidak memintanya, tetapi mereka berinisiatif melakukannya sendiri.
Usai menyiapkan makanan, anak-anak perempuan itu duduk dengan tenang, menunggu Rama memimpin doa.
Baca Juga: Si Cantik dan Berlesung dari Palembang, Mari Membuat Resep Jajanan Tradisional Kue Lumpang
Rama dan anak-anak asuhnya makan dengan tenang, tetapi ketenangan itu berubah ketika salah satu anak asuh perempuannya menangis karena boneka miliknya terjatuh.
“Diam, makan dulu,” kata Rama dengan ekspresi datarnya.
Anak perempuan itu masih menangis. “Boneka aku jatuh, Pak. Pasti dia kesakitan,” jawab anak berusia 6 tahun itu.
“Boneka tidak merasakan sakit, jangan diambil. Teruskan saja sarapanmu,” ucap Rama lagi.
Bukannya berhenti, anak perempuan itu malah mengencangkan tangisannya.
Baca Juga: Resep Gorengan: Yuk, Buat Martabak Tahu Ekonomis, Bisa Menjadi Teman Makanmu Bersama Nasi
Anak itu berpikir, “Bukankah mengambil bonekanya tidak membutuhkan waktu yang lama? Boneka itu hanya jatuh di sekitar kakinya. Aku juga tidak tahu mengapa aku menangis ketika bonekaku terjatuh, tetapi mengambil boneka tidak akan selama itu, ‘kan?”
Melihat anak itu tak kunjung berhenti menangis, Rama lalu menarik tangan anak itu.
Dibawanya anak itu keluar rumah, juga boneka yang membuatnya menangis itu. Dimasukkannya boneka itu ke dalam drum sampah, lalu disiramnya boneka itu dengan bensin.
Tak lama kemudian, Rama berteriak sambil melihat anak-anak asuhnya yang lain, yang berada tak jauh darinya.
“Ada yang mau membantu gadis ini membakar bonekanya?” tanya Rama.