Sebelum Dipungut, Simpanlah Senyumanmu! Cerpen Berjudul Pemulung Senyuman

Photo Author
- Minggu, 24 September 2023 | 17:45 WIB
senyum yang aku ambil untuk senyum lainnya (GENMUSLIM.id/dok: Desain Canva)
senyum yang aku ambil untuk senyum lainnya (GENMUSLIM.id/dok: Desain Canva)
GENMUSLIM.idCerpen yang membuat kamu berputar memikirkan bentuk-bentuk senyum yang akan disampaikan.
 
Belum lagi cerpen yang bisa membuatmu membayangkan bagaimana senyum diisi dalam saku.
 
Cerpen berisi saku celana yang biasa kamu isi dengan uang parkir Rp2.000 dan kamu sering mengeluhkan usai memberikannya.
 
Tapi, cerpen ini bukan berisi juru parkir yang tiba-tiba hadir saat kamu henda keluar dari lapang parkir.
 
Berikut cerpennya....
 
 
Aku memungut senyum itu, kemarin lusa pukul delapan malam tepat di arah kantor polisi yang bersebelahan dengan Sederhana.
 
Aku mengantonginya pukul sembilan lewat lima di saku celana sebelah kanan tepat di kantong kecilnya.
 
Katanya dahulu itu tempat menyimpan butir emas penambang, senyum yang kutemukan sama berharganya.
 
Minimal, senyum itu diakui kepemilikannya, bukan seperti tanah yang jadi tempat beranak pinang berpuluh tahun peninggalan bangsa.
 
Katanya, tidak memiliki kepemilikan. Saya bukan bicara soal Pulang Rempang, tentunya.
 
Pukul sepuluh, aku berjalan menyusuri trotoar dan jalan yang sangat ku yakini berbulan yang lalu masih sama kondisinya.
 
Pasir berserakan, besi jadi curian, tulisan 'ada pekerja' menjadi hiasan, padahal membangun sejengkal saja tapi milyaran.
 
Mungkin sesulit itu membangun jalan, bisa jadi ada jin penunggunya yang tidak ingin pergi dari tempatnya.
 
Aku menemukan senyum lagi di pukul sebelas lewat 20, dua kilo sebelum sampai rumahku.
 
 
Kembali ku kantongi di sebelah kiri, tetapi terlalu masuk ke dalam hingga saat bertemu pramusaji aku tidak memakainya.
 
Belum lagi satunya, aku malah justru melupakan.
 
Benar juga, banyak kasus terlupakan mungkin sebab yang sama seperti aku melupakan senyum pertama.
 
Terlalu lama. Tersimpan di tempat yang dahulu untuk menyimpan hasil tambang. 
 
Aku mulai berlari menyusuri jalan, ada pemabuk mengikuti ku dengan gontai dan menggoda.
 
Nampaknya adalah kesia-siaan mengatakan khamr itu haram untuknya, bisa motor melayang atau aku sendiri yang terbang.
 
Napasku terengah, kutemukan lagi senyum di pertigaan yang kala siang sering kacau hingga berisi suara klakson ada.
 
Apabila beruntung, melihat kemenangan setan dengan amarah yang dipelihara ego, belum lagi saling maki jadi ucapan kebahagiaan.
 
Akhirnya aku sampai di depan rumah, ada senyum yang bertengger di pagar, aku tak berani mengambilnya.
 
 
Senyumnya memang diletakkan di sana, persis sebelah bunga mawar dan lidah buaya. Mungkin supaya harum dan pandai bersilat. Bercanda.
 
Aku masuk melalui pintu belakang, sebab tak banyak orang rumah tahu aku keluar berburu senyuman.
 
Kubuka pintu dan menyalakan lampu, ternyata aku lupa menyapu seisi rumah. Wajar saja sudah berdebu.
 
Kulihat kulkas berisi satu telur, sudah cukup untuk sarapan pagi besok.
***
 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Dwi Nur Ratnaningsih

Sumber: Istimewa

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X