Baca Juga: Bolehkah Memakai Cincin Dijari Manapun Bagi Muslimah? Begini Hukum dan Pandangannya dalam Islam!
Namun, memang tidak mudah melupakan perasaan yang melekat di hati dalam waktu yang lama.
Aku memegang jam tangan sederhana, tetapi cantik dan berwarna abu-abu itu. Alam tahu betul warna kesukaanku.
Perjuangannya untuk menjaga dan mencintaiku memang tidak perlu diragukan. Namun, itu lah yang membuatku merasa bersalah padanya.
"Aku harap kamu suka, Suri. Maaf kalau hanya hadiah sederhana," ucap Alam yang sudah berada di sampingku.
Baca Juga: Mengenal Penyusun Kitab Hadis Rujukan Berjudul Sahih Bukhari, Berikut Riwayat Hidup Imam Bukhari
Seperti biasa dia sudah bersiap untuk pergi bekerja.
"Alam kenapa kamu enggak pernah mau menyerah? Kenapa kamu masih mau bersama aku meskipun kamu tahu aku menyakiti kamu, Lam," ucapku begitu saja.
"Karena aku cinta kamu, Suri. Itu saja. Aku tahu kamu masih belum mencintaiku, tapi aku masih punya kesempatan untuk membuatmu jatuh cinta, bukan? Dan sekarang aku belum mau menyerah, Suri."
Dia tersenyum dan mengusap pelan kepalaku. Bagaimana bisa ada lelaki yang berpikir seperti ini? Bagaimana bisa aku menyia-nyiakan lelaki tulus seperti Alam.
"Kamu tahu kenapa aku enggak pernah menyerah?"
Aku menggeleng dan Alam justru tersenyum hangat menatapku lekat. Yang tanpa sadar membuatku menahan napas dan mendadak jantungku berdegup kencang.
"Karena aku percaya, waktu akan membawaku pada hasil terbaik dari apa yang sudah aku perjuangkan. Sekarang aku hanya ingin berjuang dan apa pun hasilnya nanti aku akan terima, aku akan berhenti berjuang kalau kamu yang memang menyuruhku pergi dari hidup kamu."
Alam menatapku dengan begitu lembut. Aku melihat matanya yang berkaca-kaca dan bisa aku tebak bahwa Alam sedang menahan diri untuk tidak menangis.