Mau Ikhlas atau Mau Balas? Cerpen Cita Nino: Belajar Bertani, Belajar Ikhlas

 

Papa yang mendengar ucapan Nino langsung berinisiatif menghampirinya yang membaca kalimat yang tidak biasa, belajar rasa ikhlas.

 

 “Nino mau belajar rasa ikhlas, nak?” ucap Papa kemudian.

“Gimana caranya Nino belajar rasa ikhlas Pa?” pertanyaan Nino tidak langsung dijawab oleh papa.

 

Papa mengisyaratkan untuk Nino mengikutinya ke area halaman kecil di pekarangan rumah.

 

Ingat betul Nino bahwa petakan kecil itu merupakan kebun mini yang sudah lama terbengkalai sejak Papa sibuk dengan pekerjaan dan memilih akhir pekan beristirahat dan menghabiskan waktu bersama keluarga .

 

 

Papa bukan orang yang bisa untuk fokus banyak hal dan mama juga bukanlah tipikal orang yang bisa merawat tanam-tanaman, dibandingkan mendengar keluhan mama dalam merawat tanaman, papa memilih untuk membuatnya terbengkalai.

 

Nino heran kenapa ia dibawa ke sini yang ketika itu pap mengambil sekarang tanah, pupuk kandang dan sekam bakar, mengajak Nino mencampur ketiga bahan dan dimasukkan ke dalam polibag.

 

Berjejer dibuat Nino polibag di luar area petak tanaman yang telah papa buat, sedangkan di petak itu papa menaburkan langsung ke tanah.

 

Esok hari setelah meredakan pupuk kandang dan tanah yang telah tercampur, papa mengajak Nino menyemai benih pakcoy di polibag dan kangkung di tanah petak. Tentunya melihat hal tersebut Nino tidak sabar menanti tumbuhnya tanamannya.

 

Nino menyirami bibit setiap hari, melihat tanamannya tumbuh dan subur, sempat ia berpikir untuk memberikan pupuk kimia dan minta papa membelinya.

 

Di luar perkiraan Nino, papa nino menjelaskan hal yang ia baru ketahui dan akan selalu diingat hingg nanti besar.

 

“Kita menanam untuk menjaga bumi, salah satunya tanah. Saat kita menggunakan bahan kimia yang terjadi kita justru merusak bumi dan memasukkan sesuatu yang harusnya tidak berada di tanah.” Nino tampak bingung dengan ucapan papa, meskipun akhirnya ia menuruti hal itu juga. 

 

“Pa, terus kalau gak dipupuk nanti gimana?”

 

“siapa yang bilang tidak dipupuk. Tetap dipupuk dengan bahan organik”

 

Papa menunjukkan kepada nino sebuah cairan berwarna coklat yang disebut sebagai POC atau pupuk organik cair yang didapat dari pembuangan sampah hasil dapur.

 

 

Penyemprotan pupuk dilakukan dengan kuantitas satu kali dalam dua pekan, hama, daun dan sebagainya sebagai usaha membuat tanaman lebih subur.

“Nino siramnya harus bismillah sembari berdoa memohon kepada Allah untuk tanaman kita tumbuh subur dan bermanfaat”

 

“siap pa!”

 

Nino tampak bahagia dengan kegiatan ini hingga pun sudah berakhir, aktivitasnya tidak terputus.

 

Sebenarnya di dalam benak Nino bertanya apa hubungan belajar rasa ikhlas dnegan tanaman ayang dirawat Nino.

 

Saat usia sayuran sudah masuk masa panen, ayam-ayam datang dan mematuk hampir semua dari tanaman sayur yang membuat Nino histeris melihatnya.

 

Kebun mininya hancur, Nino menangis seolah semua sia-sia yang dirawatnya setiap sore dan pagi disirami.

 

Papa menghampiri anak lelakinya itu meskipun ia baru sampai rumah dari kantor. Papa mengusap pundak Nino dan memeluknya dengan ucapan semangat.

 

“Nino inget kenapa kebun ini ada?” Nino mengangguk dan menjawab isi benak hatinya, ternyata bukan, melainkan sudah ada hal besar lain yang [a[a rencanakan.

 

 

“lihat. Kebun mini ini sebelumnya gak ada, jadi ada. Selama perawatan ada ulet kan? Papa suruh potong daunnya dan menyebrang. Pun sama dimakan oleh ayam merupakan cara kita belajar rasa ikhlas yang hakikatnya tidak ada yang kita miliki, jika hilang kenap akita harus merasa kehilangan?”

 

“Nino udah merawatnya” masih dnegan terisak

 

“iya gak apa, asal Nino gak berlarut apa lagi memboikot. Padahal tanaman bisa bernilai sedekah untuk hewan-hewan yang makannya” 

 

Nino tersenyum dan memeluk papanya dengan diakhiri taw ayang mereka baru sadari harus membereskan semuanya dan memilih yang dapat dipanen.***