Renjana menatap heran ke arah lelaki bernama Ardan itu. Bagaimana bisa orang yang tidak dia kenal berkata seperti tadi. Calon suami apa? Mereka bahkan tidak saling mengenal.
Atau justru Renjana yang keliru? Mungkin dia dan Ardan saling mengenal.
Semua itu terjawab. Setelah Ardan menjelaskan siapa dirinya. Renjana baru ingat Ardan adalah teman sekelasnya dulu waktu SMA, tepatnya ketua kelas Renjana.
Ardan yang ternyata pemilik toko buku yang beberapa jam lalu dikunjungi Renjana tak sengaja mendengar percakapan Renjana dan Gibran yang keterlaluan.
"Maaf aku berkata seperti tadi, Jana. Sepertinya enggak pantas aku mencampuri urusan pribadi kamu. Tapi aku cuma berniat menolong kamu, maaf, ya."
"Enggak papa, Ardan. Terima kasih banyak. Oh iya aku enggak nyangka ternyata toko buku ini punya kamu, aku ikut senang dengan kesuksesan kamu. Tapi maaf sepertinya aku enggak bisa lama, aku harus pergi."
Hujan yang sudah reda membuat Renjana berpikir bahwa dia harus pergi.
"Jana, tunggu sebentar!" seru Ardan yang membuat Renjana menghentikan langkahnya.
Perempuan itu kembali menoleh ke arah Ardan yang kini menatapnya.
"Sejak dulu aku mengagumi kamu dan punya perasaan yang lebih dari teman. Kalau kamu izinkan, bolehkah aku menjadi teman hidup kamu dan membantu kamu menyembuhkan luka lama yang masih tersisa?"
Renjana terdiam untuk beberapa saat. Dia tidak tahu apa yang harus dia katakan.
Dulu saat hujan dia merasakan luka yang begitu menyakitkan dan sekarang hujan kali ini justru dia dipertemukan dengan Ardan. Lelaki yang menawarkan diri untuk membantunya menyembuhkan luka itu.
Apakah ini saatnya Renjana untuk menata kembali hatinya dan menyembuhkan luka bersama Ardan?
"Aku serius dengan kata-kataku, Jana. Aku ingin kamu jadi istriku dan izinkan aku menawarkan diri untuk jadi suami dan teman hidup kamu, selamanya."***