Renjana menghapus tangisan yang tiba-tiba jatuh begitu saja mengingat kejadian menyakitkan itu. Dia benar-benar ingin hujan segera reda. Dia ingin pulang.
Di saat yang bersamaan tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti di depannya. Seorang lelaki berambut hitam turun dari mobil dan berjalan menghampiri Renjana.
"Ternyata aku enggak salah lihat. Ini kamu, Jana. Lama enggak ketemu, gimana kabarmu?"
Renjana merasa tubuhnya sulit bergerak. Luka itu kembali mencabik hatinya. Kenapa dia harus bertemu dengan orang yang menjadi penyebab dia terluka.
Perempuan itu bersusah payah untuk terlihat biasa saja.
"Alhamdulilah aku baik."
Ingin rasanya dia memukul dan memaki lelaki di hadapannya. Namun, dia memilih untuk tidak melakukannya. Renjana tidak mau sama jahatnya dengan Gibran lelaki yang sudah melukainya.
"Aku kira kamu akan kesulitan menjalani hidup tanpa aku, tapi ternyata kelihatannya kamu baik-baik saja, ya."
Renjana mengepalkan tangannya menahan amarah. Bagaimana Gibran begitu tidak tahu malunya mengatakan itu padanya.
Renjana tetap menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak dia inginkan.
"Apa kamu sudah melupakanku? Sepertinya kamu masih kesulitan dengan hubungan kita dulu," celetuk Gibran lagi.
Ini sudah benar-benar keterlaluan. Renjana tidak bisa lagi menahan amarahnya. Saat dia ingin bicara tiba-tiba suara seorang laki-laki membuatnya tidak jadi berbicara.
"Maaf, sepertinya kamu salah. Renjana sudah baik-baik saja dengan saya, dia tidak sendiri."
Renjana dan Gibran melihat ke arah sumber suara. Sosok lelaki lain memakai kemeja hitam dan berambut hitam legam dan sedikit lebih panjang berdiri di sana.
"Saya Ardan. Calon suami, Renjana. Kalau boleh minta tolong sebaiknya Mas tidak mengganggu calon istri saya lagi." Lelaki bernama Ardan itu tersenyum tipis dan membuat Gibran pergi dengan terpaksa.