Baca Juga: Cerpen Psikologi Kriminal Bagian 3: Tim Moving dan Pencarian Pemburu Tato Titik dan Koma
“Bangun kak," sahut Lafy Adik semata wayangku sambil membuka selimutku.
“Aku udah ijin sama Mas Rolly dan anak-anak kalo hari ini aku mau dateng sendiri ke rumah karena mau me time sama kamu kak. Ayo kita ngopi nyari kopi susu creamy milky way, sambil ghibah," ajaknya.
“Dasar kamu de! Yuk nyambat!” kataku.
“Nak, teh susu kamu udah ada tuh di sofa santai kamar kamu!" teriak Mama dari balik dapur.
“Kalo enggak abis buat Papa ya kak," ujar Papa enggak mau kalah.
“Makasih Ma.”
“Udah abis Pa," sahut Lafy.
Dalam hati aku berkata, Mama dan Papa bertingkah seperti tidak ada apa apa padahal kemelut semalam masih belum reda dalam hati mereka.
Baca Juga: Hih Jorok Banget! Cerpen Cita Nino: Meskipun Libur Harus Mandi Pagi, Siapa yang Sering Malas Mandi?
“Ma salad buahnya masih kayak dulu rasanya kayak seperti terakhir kali aku ninggalin rumah.“ Ingat Lafy waktu dulu dia pindah rumah setelah mengucap janji suci dalam akad.
“Alhamdullilah makasih ya nak kamu masih aja seneng sama makanan Mama.”
Masakan Mama juara," ujar kami bertiga. Aku melayangkan senyum kepada keluargaku.
“Selamat Datang, Bahagia... Sungguh ku hanya berharap yang ku cinta datang untuk menebus waktu yang hilang.“ Aku membacanya dalam Buku Puisi “Lembar Rasa” halaman 39 yang di depan bukunya bertuliskan namaku.
“Itu Mas Jannatanya udah dateng. Bacain lagi dong coretan-coretan kamu. La, kamu sibuk berkarya aja. Jangan banyak pikiran nanti makin bercak loh!” pesan Sasti malam itu berkali-kali.