Belum lagi Abi dan Ibu bercita-cita melanjutkan pendidikan Juang ke Mesir. Hidup kami memang sangat sederhana, tetapi Alhamdulillah kebutuhan hidup selalu tercukupi.
Yakin saja Allah sudah menakar rezeki hamba-hambaNya dan takkan membiarkan kita hidup kekurangan jika kita mau berusaha.
Sejak mengajar, aku selalu disibukkan dengan rutinitas sekolah. Tidak jarang pulang hampir masuk waktu Maghrib ketika sudah bertugas sebagai guru piket harian.
Sekolah-sekolah zaman sekarang umumnya sudah menerapkan sistem fullday school yang baik siswa maupun gurunya hampir seharian berada di sekolahan.
Namanya sudah kebijakan dari pemerintah, mau tidak mau harus tetap dijalankan. Dan mumpung hari ini sekolah sedang libur, aku berencana menggantikan tugas Ibu mengantar bekal Abi ke sawah.
Baca Juga: Doa Minum Air Zamzam, Air Paling Nikmat yang Diburu Jamaah Haji dan Umrah
Kata Abi di sawah tidak ada tanggal merah tidak ada hari libur. Kalau mau menunai banyak, makan menanamnya juga harus banyak. Filosofi sederhana namun cukup mendalam maknanya bagiku.
Sesampai di sawah, ternyata Abi sudah beristirahat di dangau sambil mengipasi diri dengan capingnya. Khawatir sudah terlalu lama menunggu, aku segera bergegas menghampiri beliau.
"Maaf Bi, lama datang membawakan bekalnya," sembari kuhidangkan bekal yang kubawa ke hadapan Abi.
Meskipun aku tahu memang sudah tepat waktunya karena aku juga Ibu masih sangat menghapal kebiasaan mengantar bekal ini. Tak ada salahnya merendah di depan Abi.
"Kebetulan kamu yang datang ke sini, Nduk. Ada yang mau Abi bicarakan denganmu sebenarnya."
Darahku tiba-tiba berdesir, sedikit tersentak mendengar ucapan Abi baru saja. Tak biasanya Abi yang mau membicarakan sesuatu diawali muqodimah terlebih dahulu. Ini pasti persoalan yang penting.
Baca Juga: Cara Cek Arah Kiblat pada 15 dan 16 Juli, Saat Matahari Melintas di Atas Ka'bah
"Sekar putriku, sekarang usiamu sudah dewasa Nduk. 2 tahun lagi sudah menginjak seperempat abad. Kamu sudah menyelesaikan pendidikanmu dengan baik. Abi tak pernah membeda-bedakan kasih sayang untuk anak-anak Abi. Jika setelah lulus S1 tahun lalu Sekar masih mau melanjutkan pendidikan lagi, Insya Allah Abi dan Ibu akan ikhtiarkan semampu kami. Tetapi kamu memilih untuk mengajar saja, Abi dan Ibu pun ridho atas pilihanmu."
Aku masih dengan seksama mendengarkan apa yang Abi sampaikan. Tidak ada sedikitpun keberanian memotong pembicaraannya. Sepertinya aku sudah bisa menerka kemana arah percakapan ini nantinya bermuara.