Pasangan ini sangat patuh dan ridho akan keinginan orang tua maupun gurunya.
Disamping itu si suami juga sangat menghormati istrinya karena tidak pernah berbuat zalim baik itu memukul, atau memaki.
Namun pokok permasalahanya hanya belum menemukan cinta saja antara dua belah pihak.
Tapi hal itu juga dibenarkan oleh pengasuh Al- Bahjah ini, Dengan mengatakan bahwa cinta itu dibangun diatas pernikahan, bukan pernikahan dibangun dengan cinta ( pacaran).
Buya Yahya memberikan solusi untuk berdiskusi (Syawir) bersama, jika butuh orang ketiga sebagai penengah beliau siap.
Adapun hasil akhirnya tetap faskhu nikah (pisah) maka akan ada keindahan karena berpisah dengan baik.
Cara ini juga dibenarkan oleh Allah yang termaktub dalam al-Qur’an surah as-Syuara, ayat 38.
وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَۚ
Ayat ini menerangkan sebagai salah satu kewajiban yang diwajibkan kepada mereka,
(manusia) jika sedang mempunyai urusan yang berkaitan dengan persoalan dunia dan kemaslahatan kehidupan maka dianjurkan bermusyawarah.
Dilansir dari YouTube @gambaslj1920 Pandangan berbeda dibeberkan oleh kiyai kondang asal narukan rembang.
Gus Baha mengingatkan bahwa kunci langgengnya pernikahan adalah komunikasi yang rileks (guyon).
Menurut Gus Baha, rumus nikah itu harus mula’abah. Mula’abah ialah rileks membicarakan hal yang tidak penting.