Ketidakpuasan Manusia terhadap Harta, Ini Fitrah Manusia atau Penyakit Hati? Inilah Penjelasan Lengkapnya

Photo Author
- Kamis, 8 Agustus 2024 | 14:37 WIB
Meski sudah bergelimang kekayaan, tetap ada rasa ketidakpuasan manusia terhadap harta. (Foto: GENMUSLIM.id / Dok: Canva Dhany)
Meski sudah bergelimang kekayaan, tetap ada rasa ketidakpuasan manusia terhadap harta. (Foto: GENMUSLIM.id / Dok: Canva Dhany)

Jika diberi, ia ridha. Namun jika tidak diberi, ia pun tidak ridha.” (HR. Bukhari no. 6435)

Akibat tidak ridha dan tidak mau bersyukur atas harta yang dimiliki, mulai muncullah banyak penyakit hati.

Ketika seseorang terus-menerus membandingkan hartanya dengan orang lain dan merasa iri, maka dia telah terjangkiti penyakit hati, yaitu hasad.

Jika seseorang merasa bahwa hartanya adalah hasil dari usahanya sendiri tanpa melibatkan Allah, maka dia telah terjangkiti penyakit hati, yaitu sombong.

Baca Juga: Penyimpangan Aqidah dan Kesesatan Disebabkan oleh 3 Hal Ini, Nomor 3 Sering Terjadi di Masyarakat!

Ketidakpuasan terhadap harta seringkali membuat seseorang menjadi kikir dan enggan berbagi dengan orang lain.

Dan dalam upaya untuk mendapatkan harta dengan cepat dan banyak, seseorang mungkin terdorong untuk melakukan praktik riba.

Semua ini adalah penyakit hati yang membawa pelakunya mendapat dosa, bahkan beberapa di antaranya termasuk dosa besar.

Bukannya seorang muslim itu tidak boleh kaya, tapi Rasulullah telah menggambarkan kekayaan yang hakiki dalam sebuah hadits.

“Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup (qana’ah).” (HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051)

Hadits ini memberikan kita pelajaran penting tentang kesederhanaan. Hidup sederhana tidak berarti hidup dalam kemiskinan.

Hidup sederhana adalah pilihan untuk hidup dengan apa yang kita miliki dan tidak terjebak dalam perlombaan mengumpulkan harta.

Dengan hidup sederhana, kita akan lebih fokus pada hal-hal yang lebih penting dalam hidup, seperti hubungan dengan Allah dan sesama manusia.

Sebagai seorang muslim, kita harus selalu ingat akan akhirat. Dunia ini hanyalah tempat singgah sementara.

Tujuan akhir kita adalah meraih kebahagiaan di akhirat. Oleh karena itu, kita harus selalu berusaha untuk beramal saleh dan memperbanyak ibadah. ***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Aisyah Tsabita

Sumber: Buku Nuzhatul Muttaqin karya Dr. Mushthafa al-Bugha

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X