Malik bin Nabi dalam karyanya Syuruth An-Nahdhah saat memulai urainya dengan mengutip suatu ungkapan yang dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadis Nabi Saw:
Artinya: Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali dia berseru, “Wahai anak adam, aku waktu, aku ciptaan baru, yang menjadi saksi usahamu. Gunakan aku karena aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat. (M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, hal. 545).
Dalam buku wawasan Al Qur'an karya Prof Quraish Shihab dijelaskan mengenai terminologi kata waktu dalam Al-Quran, yaitu:
- Ajal
Ajal menunjuk pada waktu berakhirnya sesuatu seperti berakhirnya usia umat manusia. Hal ini termaktub dalam QS Yunus: 49:
Artinya: "Setiap umat mempunyai batas waktu berakhirnya usia.”
Waktu disini merujuk pada berakhirnya tugas kita di dunia sebagai khalifah. Tugas yang nantinya harus dipertanggungjawabkan di akherat kelak.
Baca Juga: Ucapan Adalah Doa: Berikut Ungkapan Alternatif Saat Mulut Berpotensi untuk Mengucapkan Hal Buruk
Ajal juga menunjukkan bahwa setiap yang ada di dunia ada batasannya. Tidak ada sesuatu yang langgeng dan abadi kecuali Allah SWT.
- Dahr
Dahr diimplementasikan sebagai alam raya yang waktunya perkepanjangan, yaitu kehidupan dunia ini.
Ukuran Dahr merujuk sejak diciptakanya bumi sampai digulungnya bumi pada hari kiamat.
Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Jatsiyah: 24:
Artinya: "Dan mereka berkata: “kehidupan ini tidak lain saat kita berada di dunia, ketika mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan (mematikan) kita kecuali dahr (perjalanan waktu yang dilalui alam).”
Terminologi kata dahr memberi kesan bahwa segala sesuatu pernah tiada dan keberadaanya menjadikan ia terikat oleh waktu (dahr).
- Waqt
Waqt digunakan dalam arti batas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan suatu peristiwa.