Beliau juga ditemani oleh anaknya, Abdullah. Saat perang berkecamuk, musuh berhasil memotong tangan Ummu Umarah.
Ummu Umarah berkata, “Tanganku terpotong dan aku ingin membunuh Musailamah, aku tidak akan berhenti sampai orang itu terbunuh”.
Akhirnya Abdullah dan Wahsyi berhasil membunuh Musailamah al-Kadzab.
Baca Juga: Kisah Inspiratif Ratu Zubaidah: Istri Khalifah yang Bijak dan Penuh Kasih terhadap Rakyatnya
Ketika Abdullah datang mengusap pedangnya yang bersimbah darah, Ummu Umarah berkata, “Apakah engkau berhasil membunuhnya”.
“Ya,” jawab Abdullah. Dengan seketika Ummu Umarah bersujud syukur.
Ummu Umarah juga dianggap sebagai pejuang hak asasi perempuan pertama. Suatu ketika, Ummu Umarah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam,
“Ya Rasul Allah, mengapa Allah hanya menyebutkan laki-laki dalam Al-Qur’an?”
Kemudian turunlah surat Al-Ahzab ayat 35 yang menjelaskan persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam amal saleh dan balasan masing-masingnya.
Dari kisah ini, sangat jelas bahwa beliau merupakan pejuang hak asasi perempuan pertama. Sejarah Islam membuktikan hal tersebut.
Bahwa anggapan perempuan muslimah hanya paham dapur, sumur dan kasur.
Perempuan muslimah yang menjaga kehormatan dan kesuciannya dengan tinggal di rumah, dikesankan sebagai perempuan-perempuan pengangguran dan terbelakang.
Menutup aurat atau menegakkan hijab kepada yang bukan mahramnya, kerap dianggap penghambat kemajuan budaya. Itu terbantahkan oleh sosok Nusaibah binti Kaab, wanita yang mulia ini.
Nusaibah binti Kaab tutup usia pada tahun 13 Hijriyah. Adz-Dzahabi berkata, “Ummu Umarah adalah salah satu perempuan Anshar terbaik.”***