Suara ketukan pintu menginterupsi ku yang sedang bermain dengan Nilam sambil mendendangkan lagu tentang sifat-sifat wajib bagi Allah.
Ayah dan ibuku sedang tidak ada di rumah, mereka menjenguk bibi di rumah sakit.
"Nilam di sini dulu ya. Ibu mau lihat tamunya dulu."
Nilam mengangguk lucu.
Aku beranjak ke depan, membuka pintu sambil tersenyum. Namun kemudian aku terpekur di depan pintu. menatap nanar pada sosok yang berdiri di hadapan ku.
Kenapa dia seperti ini? Apa yang terjadi? Pertanyaan yang berjejalan di benak ku tidak ada satupun yang keluar dari mulut ku.
Ku genggam erat pegangan pintu guna menahan gemetarku. Sudah berapa lamakah? Satu bulan? Aku menghitung waktu.
Baca Juga: Jangan Abaikan! Ustadz Hanan Attaki Ungkap Cara Mendapat Ketenangan Hidup Meski Banyak Masalah
Ya Allah. Sudah, cukup. Nyeri itu datang lagi saat aku mencoba mengingat kejadian terakhir kali.
"Mas" Kata ku menyadarkan kami berdua. Dia menatapku sendu. Aku masih mengamati penampilannya.
Mas Bagas terlihat jauh lebih kurus. Gurat-gurat lelah diwajahnya menunjukkan betapa dia tidak baik-baik saja. Aku meringis melihat keadaanya.
"Dek." Lirihnya. Setetes air mata jatuh membasahi pipi nya.
Aku maju selangkah sementara dia masih bergeming di tempatnya.
"Dek" panggilnya lagi. Kali ini mengejutkan ku karena kemudian dia bersimpuh memeluk kaki ku.
"Dek" lirihnya kesekian kali.