***
Aku duduk di meja sudut sebuah restoran. Beberapa kali melirik layar ponsel untuk melihat jam yang tertera di sana. Jemari ku saling meremas gelisah.
"Maaf Dek, Mas lama ya? Tadi ada sedikit pengarahan di pondok."
Aku mengamati pria yang kini duduk di depan ku. Entah hanya perasaanku saja, tapi Mas Bagas terlihat lebih kurus.
"Udah makan dek?"
Aku mengangguk menjawabnya. Aku ingin memandangnya lebih lama. Mengabadikan setiap inci wajah laki-laki yang aku cintai ini.
"Jihan sudah selesai berpikir, Mas."
Kata-kata ku menyentaknya sesaat, lalu tatapannya kembali normal.
"Kenapa kita bicara di sini Dek? Lebih baik di rumah?"
Lagi. Aku menekan perih ku. Entah apalagi makna rumah bagi ku kini. Kenangan tujuh tahun pernikahan yang ku ukir di dalamnya. Kebersamaan kami, kebahagiaan kami, akankah aku sanggup berada di dalamnya tanpa terpuruk.
Tanpa menjawab pertanyaan nya, aku memantapkan hati. "Jihan setuju Mas menikah lagi." Kata ku.
Binar tak terbaca muncul dimatanya. Keterkejutan, rasa tak percaya dan bahagia?
Dia meraih tangan ku di seberang meja, menggenggam erat jemariku.
Ku resapi rasa hangat yang menjalar di sana. Entah aku bisa merasakannya lagi nanti.