Tapi suasana tiba-tiba pudar dan ruangan itu berubah jadi dinding serba putih meninggalkan tangan Salima yang sedang berusaha menggapai udara kosong yang hampa.
Menyadari mimpinya berakhir, seketika itu juga air mata Salima tak terbendung.
“Ibu...!” panggilnya.
“Salima, kamu kenapa Nak? Kenapa kamu berdiri di sini?” tanya Bapak cemas sambil membantu Salima duduk kembali di ranjang rumah sakit.
Baca Juga: Resep Camilan: Cara Membuat Puding Pandan, Bisa Menjadi Salah Satu Inspirasi Saat Memasak Moms!
Yang ditanya hanya bisa menangis memanggil-manggil Ibunya.
Arjuna yang baru masuk ke ruangan itu juga terheran-heran dengan kondisi Salima. Dia mengernyitkan dahi seolah ada sesuatu yang dipikirnya.
Ketika Salima sudah tenang, Arjuna berkata pada Bapak bahwa menurut keterangan Bu RT tadi, bahwa sebelum Salima menyerang, gadis itu sempat berkata bahwa Ibunya diambil dan kini Bapaknya lemah.
“Apakah, putri Bapak sempat mengalami gangguan psikologis?” tanya Arjuna sambil mengeluarkan ponsel, mungkin untuk merekam.
“Dia memang cukup terguncang semenjak Ibunya wafat. Kami akan merayakan ulang tahunnya yang ke-20. Sejak kecil, dia memang jarang sekali merayakan ulang tahun. Kasihan sekali anak itu, dia hanya ingin bahagia tapi takdir berkata lain. Sejak saat itu, dia memang selalu menyalahkan diri, dan mungkin berdampak juga kehidupan di kampusnya. Anak itu, hanya punya Ibunya saja, aku sangat sibuk bekerja. Itu sebabnya, kejiwaannya pasti sangat terguncang,” kata bapak menjelaskan situasi Salima yang kini dipahami oleh polisi muda itu.
“Mungkin karena Ibunya sudah wafat, maka dia tidak mau kehilangan Bapak,” timpal Arjuna membuat Bapak sedikit melirik pada polisi itu seolah mendapati sesuatu yang baru disadarinya.
“Menurut Pak Polisi, begitu?” tanya Bapak.
“Tentu saja, Pak. Secara psikologis, tindakan Salima dapat diartikan bahwa dia juga memiliki ruang yang besar untuk Bapak. Dia pasti dalam kondisi ketakutan kehilangan seorang ayah, saat menghadapi preman itu,” jawab Arjuna kemudian berkata lagi, “tetapi itu hanya persepsi saya saja. Mungkin Bapak bisa minta bantuan psikolog,” kata Arjuna kemudian.