Baca Juga: Cerpen Anak Inspiratif: Ditto dan Kebaikan Setiap Hari Jumat
“Aku tahu kalian mengalami kehilangan yang sangat berat. Namun, bencana ini dialami oleh semua orang. Kalian harus bisa melindungi apa yang kalian miliki sekarang,” lanjut Turis.
Ditto dan Toba tak bergeming. Mereka hanya terdiam tak tertarik mendengarkan.
“Tidak ada yang tersisa. Semua sudah hilang,” gumam Ditto yang masih bisa didengar Turis.
Turis menggeleng, “Kalian belum kehilangan segalanya. Jauh di lubuk hati kalian masih ada jiwa kemanusiaan, kesabaran, dan rasa syukur yang harus terus kalian hidupkan. Anak-anak lain mungkin tak seberuntung kalian.”
Baca Juga: Mengenal Isu Kesehatan Mental: Bagaimana Kesehatan Mental Ditinjau dari Perspektif Agama islam?
“Lebih baik mati,” celetuk Toba.
“Hidup adalah lebih baik. Tuhan tidak mungkin menyelamatkan kalian jika tidak ada sebabnya. Kalian sudah dipilih untuk tetap hidup, jadi jangan sia-siakan itu!” kata Turis.
Turis melanjutkan, “Ya sudah, jika kalian masih ingin di sini. Kalau kalian bosan dan sudah mau berbaur, temui aku di dapur umum. Aku ada di sana, membantu memasak air dan mendistribusikan makanan ringan kepada anak-anak.”
Ditto dan Toba masih duduk di tempatnya. Pikiran mereka kembali melanglang buana. Tak berselang lama, mereka berdua saling bertatapan.
Benar, tak ada gunanya terus meratapi nasib. Mereka dipilih untuk tetap hidup dan sudah sejatinya harus berguna bagi orang lain dan diri sendiri.
Dengan langkah ringan, keduanya menuju dapur umum. Seketika Ditto dan Toba merasa tak enak hati.
Mereka berdua menghabiskan waktu untuk meratapi nasib, sedangkan di dapur umum sangat sibuk dan kewalahan karena kurangnya jumlah relawan.
Ditto dan Toba menggulung lengan baju dan berjalan untuk melakukan pekerjaan pertama. Turis yang melihatnya tersenyum dan mengacungi mereka jempol dari tempatnya memasak air.***