“Mbak, ada fruit salad dari Mama aku taro di kursi teras mbak J.”
Dan tetap tidak ada balasan sampai 2 minggu berjalan, aku masih ke rumahnya dan hanya menemukan ketiadaannya. Iya dia menghilang entah kemana..
“Mbak lagi ga di rumahnya? Tadi aku ke rumah mbak J.
Hati ku gelisah dan pikiran tidak tenang. Apa iya Mbak Sari marah karena kemarin aku langsung pulang karena sakit perut? gumam ku sendiri.
“Mbak maapin aku banget ya kemaren aku langsung pulang karena sakit perut. Maaf aku ga gitu lagi mbak. Maaf aku ga maksud apa-apa mbak.
Baca Juga: Peringati Maulid Nabi Muhammad SAW, Simak Tujuan Mengkaji Sirah Nabawiyah Berikut Ini!
Dan sunyi disana. Aku tidak mendapatkan kabarnya sekali pun.
1 minggu berlalu dan aku berpikir untuk melupakannya. Semakin aku mencoba move on semakin tidak bisa. Jadi ku diamkan dan ku nikmati saja ia menari-nari di pikiran ku.
Walau hati ini seperti tidak ikhlas karena tidak habis pikir bagaimana ia bisa berbuat begini. Ku pergi ke warungnya dan keadaaannya masih sama seperti terakhir kami tinggalkan dulu.
Hanya ada air sisa gerimis semalam yamg menggenangi kaca jendela putih transparan itu. Pernah ku terbangun menangis suatu malam karena ku bermimpi tentangnya.
“Aku ga kan kembali Rana.”
“Jadi udah gini aja mbak?”
“Iya gini aja.”
Hati ku sesak. Segala tempat mengingatkanku padanya. Di kos ku, kala aku ke warung aku melihat gang rumahnya, tukang nasi uduk dan banyak tempat lainnya yang perih aku rasakan.
