Sedikit demi sedikit yang terasa radang di hati menjadi terobati. Sekali lagi, akupun pernah merasa seperti itu – kerap malahan.
Kukabarkan pula kepadanya, bahwa Dia takkan mengambil sesuatu dari kita melainkan akan menggantikannya dengan yang lebih baik.
Lebih baik di sini tentu menurutNya bukan menurut kita ini yang banyak kurangnya. Setelah semuanya terasa reda, ia pun pamit undur diri. Kembali kami saling berangkulan dan ia pun beranjak meninggalkanku seorang diri.
“Terima kasih banyak nasihatnya kak. Besok-besok di hari yang mendatang, Rindu bakal sering merangkul kakak lebih erat lagi,” ucapnya tersenyum sambil melambaikan tangannya kepadaku.
Aku pun turut melemparkan senyum untuknya. Semoga dengan izinNya yang sedikit dan tak seberapa ini mampu melegakan yang terasa sesak di dadanya.
Aku sadar, kita tak punya kuasa apapun untuk menyelesaikan masalah seseorang. Dialah yang punya kendali penuh atas diri kita dan seisi semesta.
Sedang apa-apa yang kusampaikan saat ini hanya sebagian kecil dari bentuk kasih sayang kepada sesamaku.
Baca Juga: Cerpen Inspiratif Islami: Abinya Sekar
Hari masih belum terlalu sore, kuputuskan untuk mengunjungi rumah sang murabbiku. Ia adalah seseorang yang juga cukup berarti di hidupku.
Kepadanya aku sering berbagi kisah, meminta dikuatkan ketika diri merasa rapuh. Aku memanggilnya dengan sebutan Umi.
Sesampainya aku di rumahnya, Umi menyambutku dengan penuh kehangatan. Aku tak mampu menahan diri untuk segera merangkul dan rebah di pangkuannya.
Tak jauh beda dengan yang kulakukan kepada adik asuhku pagi tadi. Umi pun begitu, ia membelaiku dengan penuh kasih sayang di pangkuannya, tak banyak kata yang dilontarkan. Sedangku masih saja larut dalam isak.
Kuceritakan kemudian pada Umi tentang problema adik asuhku di pagi tadi. Kukisahkan juga perihal ghirahku yang mengalami penurunan, juga kadar keimananku yang mungkin kini sedang berada di bawah.
“Umi, aku takut Dia murka kepadaku karena aku hanya pandai menasihati orang lain. Sedangkan diri ini ternyata lebih banyak membutuhkan nasihat. Bahkan aku masih sering lalai memenuhi perintahNya,” kataku sembari memeluk Umi.
“Apa yang kamu lakukan itu tidak salah anakku. Memang itulah yang seharusnya kamu lakukan, ketika yang lain merasa rapuh kitalah yang menguatkan. Ketika yang lain sedang bersedih, kitalah yang menghiburnya. Ketika yang lain sedang merasa kesepian, kitalah yang menemaninya. Lurus-luruskan niat kita, lebih-lebihkan kadar sabar, perbanyak doa dan maksimalkan peran,” Umi memberikan amunisinya kepadaku dengan lemah lembut.