GENMUSLIM.id - Mentari bersinar diufuk barat pertanda telah terbentang semua harapan yang ingin dicapai, membentuk sebuah bola kehidupan dan kebahagiaan.
Ditemani kicau burung bernyanyi, suhu yang dingin-dingin empuk, di sebuah sekolah tampak murid-murid terlihat senang, kecuali Bumi.
Mukanya makin pucat, sakitnya yang sering kambuh membuat dirinya sering absen.
Sebenarnya Pak Matahari, gurunya, sudah meminta Bumi untuk beristirahat dulu, akan tetapi Bumi masih saja bersikeras untuk sekolah.
Padahal ini sudah kedelapan kalinya ia masuk rumah sakit.
Baca Juga: Cerpen Generasi Millenial: Harapan dalam Secangkir Cappucino
“Bapak perhatikan sepertinya sakitmu itu akan semakin parah. Jangan paksakan diri. Kau bisa kembali ke rumah sakit, nak.” saran Pak Matahari.
“Iya Bumi. Muka pucatmu udah kaya’ kain kumal” Mars pun angkat bicara.
Ya heran saja, dia kan anaknya pendiam banget.
“Em.. Gak lah. Ozonku sedikit menipis lagi. Kamu taukan, di rumah sakit gak punya stok donor ozon. Jadi sepertinya sama saja kalau aku balik ke sana.”, balas Bumi santai. Senyumnya nampak rapuh.
“Ya sudah kalau begitu. Bapak akan mulai pelajaran hari ini ya. Coba buka…...” sebelum Pak Matahari menyelesaikan kata-katanya, pintu kelas sudah diketuk.
Tok-tok-tok!
Seorang yang berbadan besar dan tegap membuka pintu.
Ternyata ia adalah Pak Bima Sakti, sang Kepala Sekolah.