GENMUSLIM.id - Jam digital di pojok warkop menunjukkan pukul delapan malam. Aku masih di sini tak bergerak karena hujan yang sedari tadi bertamu ke bumi belum juga menunjukkan tanda redanya.
Tiba-tiba saja perasaan itu datang ditemani dinginnya angin malam.
Perasaan yang membuatku tak ingin melakukan apapun selain menikmatinya. Kedatangannya tentu saja tak mengagetkan karena hampir setiap malam aku dihampirinya, entah sekedar menyapa atau mungkin punya maksud lain.
Yang kutahu, aku menikmati setiap embusan yang ia berikan.
Seorang pelayan dengan tinggi semampai mendatangi mejaku. Kupesan segelas cappuccino dingin keduaku padanya. Malam ini aku tak sendiri.
Aku bersama salah seorang sahabat karibku sejak SMA, namanya Puji. Sosok kekinian, meskipun terkadang menyebalkan tetapi dari kepalanya lahir pemikiran-pemikiran yang ‘cetar membahana’.
Pakaian rapi dan android dalam genggaman tangan kanan adalah ciri khasnya. Ia melirikku sesekali, seolah bingung melihat tingkahku yang sedari tadi hanya diam, ia pun memulai percakapan.
“Kenapa diam aja? Ada masalah? Ceritalah,” tanyanya sambil terus menatap layar handphone di hadapannya.
“Lagi mikirin Sandri,” jawabku singkat.
“Mikirin Sandri?” tanyanya.
“Iya. Lagi ngapain dia, ya?” sahutku.
“Mungkin lagi kerja. Udah enggak usah mikirin dia terus!” Dia menyarankan.
“Apa kutelpon aja, ya?” celetukku.
