khazanah

RATU BALQIS, Pemimpin Kerajaan Saba yang Sukses, Begini Hukum Wanita Menjadi Pemimpin dalam Islam!

Minggu, 21 Juli 2024 | 13:29 WIB
Relevansi kisah ratu Balqis dalam Alquran dengan Hukum wanita menjadi pemimpin dalam Islam ((foto: Genmuslim.id/dok:Bing Image Creator/Siti Muafatun))

GENMUSLIM.Id-Satu-satunya pemimpin wanita yang sukses dan diabadikan di dalam Alquran adalah kepemimpinan ratu Balqis, lalu bagaimana hukum wanita menjadi pemimpin dalam Islam?

Kisah kerajaan Saba yang makmur dipimpin oleh seorang ratu, ini menimbulakan polemik antar Ulama sebab ada sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa “Tidak akan bahagia kaum yang menyerahkan urusannya pada seorang wanita”.

Kemudian, bagaimana dengan Alquran yang mengisahkan ratu Balqis, sebagai sosok pemimpin wanita yang sukses? Bagaimana relevansinya antara kisah kepemimpinan ratu Balqis dan hukum wanita menjadi pemimpin dalam Islam? Simak penjelasan ulama di bawah ini.

Dilansir oleh GENMUSLIM dari Kitab al-Mar’ah wa al-Wilayah al-‘Ammah karya Dandil Jabar pada Ahad, 21 Juli 2024 tentang pendapat para Ulama mengenai hukum wanita menjadi pemimpin dalam Islam.

Kesuksesan ratu Balqis memimpin kerajaan Saba, bukanlah suatu yang minim diketahui. Dalam Sejarah, ada beberapa wanita yang dikategorikan sukses saat memimpin sebuah Negara.

Baca Juga: Potret Pemimpin Wanita Terbaik, Simak 5 Karakteristik Kepemimpinan Ratu Balqis dalam Al Quran!

Dandil Jabar dalam kitabnya "al-Mar’ah wa al-Wilayah al-‘Ammah " mencoba mengklasifikasikan pendapat ulama dalam kepemimpinan wanita ke dalam tiga kelompok;

Kelompok pertama: Ulama berpendapat bahwa wanita sama sekali tidak memiliki hak politik, termasuk di dalamnya menjadi pimpinan sebuah negara.

Mayoritas ulama klasik masuk ke dalam kelompok ini, dan tidak sedikit ulama kontemporer yang mengikuti jejak pendahulunya.

Salah satu dalil yang digunakan dalam kelompok ini adalah Sabda Nabi Muhammad SAW “Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya namun bisa meluluhkan laki-laki berhati keras selain kalian (para wanita)" HR. Bukhari Muslim.

Berdasarkan hadis ini, Ulama klasik menganggap wanita tidak kapabel dalam berpartisipasi di kancah politik, karena menurut mereka Nabi Muhammad SAW dengan tegas mengatakan kurangnya akal dan agamanya seorang wanita.

Padahal, Menurut Dandil Jabar “kurang akal dan agamanya” ditafsirkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan berkurangnya waktu ibadah kaum wanita yang terpotong dengan rutinitas heid.

Baca Juga: KONTROVERSI! Hadis Nabi: Salah Satu Kedua Orang Tua Ratu Balqis Adalah Bangsa Jin, Tuai Polemik antar Ulama

Selanjutnya ulama’ klasik ini memperkuat pendapatnya bahwa wanita tidak boleh menjadi pemimpin karena akan mengurangi kemakmuran sebagaimana Hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Bakrah, "Lan yufliha al-qaumu lau amarahum imra'ah" (Tidak akan bahagia kaum yang menyerahkan urusannya pada seorang wanita).

Halaman:

Tags

Terkini