Menurut Dandil Jabar sebenarnya jika dilihat dari asbabul wurud hadis di atas, hadis ini menunjukkan larangan wanita menjadi pimpinan tertinggi negara, seperti presiden, ratu dan lainnya.
Kelompok kedua: Ulama berpendapat bahwa wanita memiliki hak politik seperti halnya laki-laki, kecuali memegang pimpinan tertinggi negara.
Untuk mendukung pendapatnya, kelompok ini memberi beberapa dalil, di antaranya: QS. Al-Baqarah: 22 yang menyatakan bahwa laki-laki dan wanita memiliki hak yang sama.
Wanita memiliki kapabelitas untuk berpartisipasi dalam wilayah public seperti halnya kisah ratu Balqis yang mampu memimpin sebuah kerajaan Saba.
Selain itu, Nabi Muhammad SAW meminta pendapat istrinya Ummu Salamah dalam mengambil tindakan setelah terjadinya perjanjian Hudaibiyah.
Kelompok ketiga: Ulama berpendapat bahwa wanita memiliki hak politik seperti halnya laki-laki, termasuk di dalamnya memegang pucuk pimpinan tertinggi negara.
Menurut kelompok ini, dalam fiqh Islam persoalan politik dan sosial dikembalikan kepada situasi dan kondisi politik, sosial dan ekonomi sebuah bangsa. Pendapat ini merupakan pendapat sebagaian ulama kontemporer.
Sementara untuk mendukung pendapatnya akan kebolehan wanita menjadi pimpinan tertinggi sebuah negara mereka menggunakan dalil-dalil berikut:
Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya “As-Sunnah an Nabawiyah baina Ahli al-Fiqh wa Ahli al-Hadits” Hadis Abu Bakrah merupakan ungkapan khusus ditujukan kepada kerajaan Persia yang saat itu dipimpin oleh wanita melalui warisan tahta tanpa melihat kemampuan wanita tersebut.
Kisah sukses ratu Balqis yang dapat menjadi ratu Kerajaan Saba, yang terkenal damai dan Makmur dari kekayaan alamnya.
Realita kesuksesan wanita di zaman sekarang memimpin negaranya seperti; Margareth Teacher, Indira Gandhi, Syajaratuddur sebagai pemimpin wanita di Mesir yang berhasil mengahalau tentara salib yang dipimpin oleh Louis IX.
Demikian penjelasan Dandil Jabar dalam Kitab al-Mar’ah wa al-Wilayah al-‘Ammah, semoga kita dapat mengambil hikmahnya.
Dilihat dari pendapat kelompok ke tiga, sangat relevan antara kepemimpinan ratu Balqis dengan Hukum wanita menjadi pemimpin dalam Islam.***