Akan tetapi, ketika seseorang sengaja berhutang untuk berangkat ke Tanah Suci, masalahnya akan berbeda.
Terdapat dua pandangan yang berseberangan berkenaan dengan ibadah haji ataupun umrah dengan menggunakan dana talangan.
Pertama, pendapat yang membolehkan umrah dengan berhutang menggunakan dana talangan, dan kedua, pendapat yang tidak membolehkannya.
- Haramnya Hutang dalam Ibadah Umrah dan Haji
Sebenarnya, baik ibadah haji maupun umrah harus dilakukan bebas dari hutang.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa, “Barangsiapa yang tidak mendapatkan kemudahan dan kelebihan harta yang menjadikannya dapat menunaikan ibadah haji tanpa melakukan pinjaman, maka ketika itu dia dianggap tidak layak untuk pergi haji”.
Nabi saw. ketika ditanya oleh Abdullah bin Abi Aufa RA.: “Aku bertanya kepada Nabi saw berkenaan seorang lelaki yang belum menunaikan haji, apakah ia boleh meminjam uang untuk haji?”Nabi saw menjawab: “Tidak”.
Sesungguhnya, agama Islam tidak memberatkan seseorang untuk berangkat ke Tanah Suci untuk melakukan ibadah haji atau umrah jika mereka benar-benar memiliki kemampuan untuk melakukannya dan bukan dipaksa untuk melakukannya sebelum tiba saatnya.
- Kebolehan Berhutang dalam Umrah dan Haji
Dengan suatu persyaratan, Majelis Ulama Indonesia (MUI), perwakilan pemerintah dalam masalah umat Islam, mengizinkan mekanisme penggunaan dana talangan dalam pelaksanaan haji.
Bank dapat meminjam uang untuk melakukan haji, asalkan tidak ada imbalan atau komisi dalam pinjaman.
Komisi hanya boleh diterapkan pada perbankan dalam proses manajemen, bukan pada cicilan bulanan.
Ibadah umrah dengan menggunakan dana talangan hukumnya adalah sah menurut Nahdlatul Ulama (NU).
Kebolehan ibadah umrah dengan dana talangan dapat dilihat dalam Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-28 di Pondok Pesantren al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta pada tanggal 26-29 Rabi’ul Akhir 1410 H/25-28 November 1989 M.