GENMUSLIM.id - Hai Keluarga muslim, Hayo bagaimana sih memperlakukan ari-ari atau plasenta dalam islam?
Proses kehamilan memang hal yang paling ditunggu setiap keluarga. Merawat buah hati secara totalitas memang sudah dilakukan sejak awal kehamilan.
Hal ini dibuktikan dengan treatment dan pemeriksaan rutin kandungan.
Selain itu pasca mengandung atau saat proses persalinan juga dilakukan dengan sangat baik. Seperti diadzani, syukuran dan memberi nama yang baik.
Namun, tahukah kalian sebagian dari masyarakat juga memperlakukan plasenta atau ari-ari pasca melahirkan sangat istimewa.
Beberapa elemen masyarakat ada yang menguburnya dengan memberikan lilin bahkan kurungan disekitar tempat memebenamnya.
Baca Juga: INNALILLAHI! Bayi Kembar Palestina Tewas dalam Serangan Israel Saat Ayahnya Mengurus Akta Kelahiran
Yap, itu semua merupakan adat masyarakat setempat, dan sudah menjadi hukum atau yang disebut al-’adahtul muhakamah.
Lalu bagaimana dengan hukum asal atau fikih mengenai plasenta atau dalam literatur islam klasik (kitab kuning) disebut masyimah ?
Ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Pertama bila bayinya mati saat dilahirkan maka hukumnya wajib dikuburkan dengan janin tersebut layaknya orang meninggal.
Kedua, Ahmad bin Qasim berpendapat bahwa tidak ada kewajiban apapun bila plasenta terpisah dan bayinya masih hidup.
Hal ini diungkapkan dalam literatur Hasyah as-Syibro Malisy juz 2 halaman 15.
( فَرْعٌ ) آخَرُ هَلْ الْمَشِيمَةُ جُزْءٌ مِنْ الْأُمِّ أَمْ مِنْ الْمَوْلُودِ حَتَّى إذَا مَاتَ أَحَدُهُمَا عَقِبَ انْفِصَالِهَا كَانَ لَهُ حُكْمُ الْجُزْءِ الْمُنْفَصِلِ مِنْ الْمَيِّتِ فَيَجِبُ دَفْنُهَا ، وَلَوْ وُجِدَتْ وَحْدَهَا وَجَبَ تَجْهِيزُهَا وَالصَّلَاةُ عَلَيْهَا كَبَقِيَّةِ الْأَجْزَاءِ أَوَّلًا ؛ لِأَنَّهَا لَا تُعَدُّ مِنْ أَجْزَاءِ وَاحِدٍ مِنْهُمَا خُصُوصًا الْمَوْلُودَ فِيهِ نَظَرٌ فَلْيُتَأَمَّلْ .ا هـ .سم عَلَى الْمَنْهَجِ وَأَقُولُ الظَّاهِرُ أَنَّهُ لَا يَجِبُ فِيهَا شَيْءٌ ا هـ .ع ش عَلَى م ر .وَعِبَارَةُ الْبِرْمَاوِيِّ أَمَّا الْمَشِيمَةُ الْمُسَمَّاةُ بِالْخَلَاصِ فَكَالْجُزْءِ ؛ لِأَنَّهَا تُقْطَعُ مِنْ الْوَلَدِ فَهِيَ جُزْءٌ مِنْهُ وَأَمَّا الْمَشِيمَةُ الَّتِي فِيهَا الْوَلَدُ ، فَلَيْسَتْ جُزْءًا مِنْ الْأُمِّ وَلَا مِنْ الْوَلَدِ انْتَهَتْ .
Akan tetapi, dalam keterangan lain disunnahkan menguburkan hal tersebut seperti dalam keterangan kitab Nihayatul Muhtaj Juz 6 halaman 24.