Allah Ta’ala tidak menjadikan mereka berbuat zalim selain disebabkan karena kerusakan yang ada pada diri kita juga.
Ingatlah, yang namanya balasan sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan (al-jaza’ min jinsil ‘amal).
Oleh karena itu, hendaklah kita bersungguh-sungguh dalam istighfar dan taubat serta berusaha mengoreksi amalan kita.”
Dikutip GENMUSLIM dari Instagram @haritsabunaufal pada Senin, 26 Agustus 2024, Ustadz Harits Abu Naufal memberikan penjelasan tentang yang harus dipahami soal ketaatan pada pemimpin muslim.
“Taat pada pemimpin muslim bukan ketaatan mutlak, tapi ketaatan dalam hal yang benar. Bukan melegitimasi segala bentuk penyimpangan.
Justru sebaliknya, seperti yang secara konsisten kita lakukan, mengingkari penyimpangan secara lebih elegan: mengingatkan tentang bahaya liberalisme dan berbagai bentuk kesyirikan.
Mengingatkan tentang haramnya sistem ribawi, haramnya ikhtilat (perbauran) laki-laki dan perempuan di berbagai institusi pendidikan, haramnya korupsi, haramnya sogok-menyogok, dan sebagainya.
Taat kepada pemimpin bukan dalam rangka memuji, apalagi menjilat. Namun menutup pintu-pintu kejelekan yang lebih besar.
Baca Juga: VIRAL! Tweet Ridwan Kamil Tahun 2011 untuk Anggota DPR Kembali Muncul dan Dipakai Saat Aksi Demo
Sebagaimana kaidah yang disepakati para ulama: menghindari kemudharatan lebih diutamakan daripada meraih maslahat.”
Lalu bagaimana cara yang paling tepat untuk menegur penguasa yang menyimpang? Allah Ta’ala sudah memberikan petunjuknya di dalam surah Thaha ayat 43-44.
ٱذْهَبَآ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُۥ طَغَىٰ
Artinya: “Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun. Sesungguhnya dia telah melampaui batas.”
Ayat ini adalah potongan kisah Nabi Musa dan Harun ‘alaihimus salam ketika diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk menemui Fir’aun yang sudah melampaui batas dalam kekuasaannya sebagai raja Mesir.