Ketiga, Islam memberikan peran penting kepada ulama dalam memberikan nasihat dan solusi atas permasalahan yang dihadapi umat.
Ulama diharapkan menjadi penyejuk suasana dan pemersatu umat, serta bisa menjembatani permasalahan umat dan penguasanya.
Meskipun demikian, ketaatan kepada penguasa memiliki batasan. Kewajiban taat gugur jika perintah penguasa bertentangan dengan syariat Islam.
Artinya, jika seorang pemimpin memerintahkan umatnya untuk melakukan perbuatan dosa atau meninggalkan kewajiban agama, maka umat tidak wajib menaatinya.
Lalu, apa yang umat Islam harus lakukan dalam menyikapi masalah ini? Rasulullah sudah memberikan wejangannya dalam sebuah hadits shahih.
“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu), dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal).
Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia.”
Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dengarlah dan taat kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu.
Tetaplah mendengar dan taat kepada mereka.” (HR. Muslim no. 1847)
Ibnu Abil Izz rahimahullah di dalam buku Syarah Aqidah Thahawiyah berkata, “Hukum mentaati pemimpin adalah wajib, walaupun mereka berbuat zalim (kepada kita).
Jika kita keluar dari mentaati mereka, maka akan timbul kerusakan yang lebih besar dari kezaliman yang mereka perbuat.
Bahkan bersabar terhadap kezaliman mereka dapat meleburkan dosa-dosa dan akan melipatgandakan pahala.