Ada konteks yang lebih rumit, seperti ketika dua kandidat memiliki dosa yang berbeda-beda, di mana satu memiliki dosa pembunuhan dan yang lainnya memiliki dosa korupsi.
Dalam hal ini, Gus Baha menjelaskan bahwa dalam fiqih, memilih yang dosanya lebih ringan dapat menjadi pilihan yang lebih tepat.
Selain itu, Gus Baha juga menyoroti bahwa ada batasan-batasan yang harus dihormati dalam memilih pemimpin, seperti menghindari potensi bahaya atau kerugian bagi masyarakat.
Baca Juga: Jangan Sampai Puasa Ramadhan Jadi Sia-sia Karena Pacaran, Begini Menurut Penjelasan Para Ulama!
Misalnya, jika memilih seorang pemimpin yang memiliki kecenderungan membunuh, maka itu jelas tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang mendorong keadilan dan kedamaian.
Gus Baha juga memberikan contoh konkret tentang bagaimana pemilihan pemimpin dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
Misalnya, jika seorang presiden memiliki sikap Islamophobia yang mengancam kebebasan umat Islam, maka memilihnya akan menjadi tindakan yang tidak bijaksana.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam memilih pemimpin, pertimbangan tentang integritas, keadilan, dan kepentingan bersama harus diutamakan diatas faktor-faktor lain, termasuk agama atau latar belakang etnis.
Gus Baha mengakhiri penjelasannya dengan menegaskan bahwa dalam memilih pemimpin, tidak ada aturan yang baku dan pasti.
Setiap situasi harus dievaluasi secara cermat dan bijaksana, dengan mempertimbangkan nilai-nilai Islam tentang keadilan, integritas, dan kesejahteraan bersama.
Dalam konteks demokrasi Indonesia, keputusan harus mencerminkan suara mayoritas, namun juga memperhatikan kualitas dan integritas calon pemimpin.
Dengan demikian, penjelasan Gus Baha memberikan pandangan yang mendalam dan terperinci tentang kompleksitas dalam memilih pemimpin, terutama dalam konteks Indonesia yang pluralis.
Beliau menekankan pentingnya menjaga integritas dan keadilan dalam proses pemilihan, sambil tetap memperhatikan kepentingan bersama dan nilai-nilai Islam yang mendorong kebaikan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. ***