GENMUSLIM.id - Indonesia kaya akan tradisi atau ritual keagamaan yang beragam, termasuk ziarah kubur.
Ziarah kubur kerap dilakukan saat menjelang Ramadhan, atau di penghujung bulan Syaban.
Tradisi ziarah kubur ini memiliki berbagai istilah lokal, seperti arwahan, nyekar (Jawa Tengah), kosar (Jawa Timur), munggahan (Sunda), dan lain sebagainya.
Bagi sebagian orang, ziarah kubur bukan hanya sekedar tradisi, melainkan juga merupakan suatu kewajiban yang jika ditinggalkan akan membuat mereka merasa kurang dalam menyambut bulan suci Ramadhan.
Kebolehan Ziarah Kubur di Zaman Rasul
Pada awal Islam, Rasulullah saw melarang umat Islam untuk berziarah ke kuburan.
Hal itu mengingat kondisi keimanan mereka yang masih lemah dan pola pikir masyarakat Arab yang masih dipengaruhi oleh praktik-praktik kemusyrikan.
Namun, seiring berjalannya waktu, larangan tersebut tidak lagi kontekstual, dan Rasulullah memperbolehkan umatnya untuk melakukan ziarah kubur.
Menurut Syaikh Nawawi al-Bantani dalam Nihayatuz Zain, berziarah ke kuburan, khususnya kedua orang tua, adalah amalan yang sangat dianjurkan.
Bahkan, berziarah ke makam orang tua setiap Jumat dapat menghapus dosa-dosa seseorang dan dicatat sebagai anak yang taat dan berbakti kepada kedua orang tuanya.
Bahkan, pahalanya bisa sebesar ibadah haji, sebagaimana disebutkan dalam beberapa kitab hadis.
Namun, untuk seorang muslimah, hukum ziarah kubur agak berbeda.
Karena cenderung mempengaruhi emosinya, berziarah kubur bagi wanita dianggap makruh, karena dapat menyebabkan kesedihan yang berlebihan.