Menikah muda terbagi menjadi dua kategori: yang pertama adalah mereka yang benar-benar memahami syariat.
Mereka yang menahan diri dari perbuatan dosa dan melakukan dosa besar akan mendapat pertolongan dan pahala dari Allah.
Kedua, mereka yang tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang ilmu syariat. Mereka menikah karena melihat temannya menikah.
Selain itu, pernikahan dini yang disebabkan oleh "kecelakaan" menimbulkan kondisi yang lebih buruk.
Akibatnya, golongan ini tidak memiliki pijakan, sehingga mereka rapuh ketika pernikahannya terluka.
Berbeda dengan yang pertama, mereka selalu siap mengatasi masalah rumah tangga.
Hukum islam sendiri memiliki beberapa prinsip seperti perlindungan agama, harta, jiwa, keturunan, dan akal adalah dasar hukum Islam.
Menurut Islam, menikah muda tidak melarang sebuah pernikahan asalkan orang yang akan menjalani sudah baligh dan mampu menikah.
Menurut hukum umum, syarat-syarat yang diperlukan untuk persiapan pernikahan ditentukan oleh fiqih pernikahan, yang setidaknya menilainya dalam tiga hal:
1. Kesiapan ilmu, hukum fiqih yang berkaitan tentang ilmu pernikahan.
2. Kesiapan materi, materi berupa mahar dan kewajiban suami untuk menafkahi istri.
3. Kesiapan fisik terutama untuk laki-laki, tidak impoten.
Selain itu kesiapan mental dan emosiaonal menjadi pokok dalam pernikahan muda. Pasangan diharapkan dapat memahami dan siap menghadapi tanggung jawab sebagai suami dan istri dengan kedewasaan dan kematangan pikiran