Namun, diluar dugaan. Saat Rasulullah SAW menanyai Fatimah Az Zahra apakah ia mau menerima lamaran Ali bin Abi Thalib atau tidak, Fatimah Az Zahra terdiam.
Rasulullah SAW menyimpulkan bahwa Fatimah menyetujuinya.
Rasulullah SAW kembali menemui Ali bin Abi Thalib dan bertanya, ‘’Wahai Ali bin Abi Thalib, apakah engkau memiliki sesuatu yang bisa engkau jadikan sebagai mahar?’’
Ali bin Abi Thalib merasa senang karena ternyata lamarannya diterima, padahal sebelumnya ia merasa pasrah jika lamarannya akan ditolak.
Ali bin Abi Thalib menjawab, ‘’Orangtuaku menjadi penebusnya untukmu, Ya Rasulullah. Selama ini tak ada yang aku sembunyikan darimu. Aku hanya memiliki seekor unta untuk membantuku menyiram tanaman. Kemudian ada sebuah pedang dan sebuah baju zirah dari besi’’.
Sambil tersenyum, Rasulullah SAW bersabda, ‘’Wahai Ali bin Abi Thalib, tidak mungkin engkau terpisah dengan pedangmu karena dengannya engkau membela diri dari musuh Allah SWT. dan tidak mungkun juga engkau terpisah dengan untamu karena engkau membutuhkan ia untuk membantumu menyirami tanamanmu. Aku terima mahar baju besimu. Juallah dan jadikan mahar untuk putriku. Wahai Ali bin Abi Thalib, engkau wajib bergembira sebab Allah SWT. Sebenarnya sudah lebih dulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi’’ (Hadits diriwayatkan Ummu Salamah).
Ali bin Abi Thalib pun menjual baju besinya dan menjadikannya mahar untuk menikahi Fatimah Az Zahra.
Setelah semuanya siap, dengan hati yang penuh gembira disaksikan oleh para sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib pun mengucapkan ijab qabul sebagai tanda sah pernikahannya dengan Fatimah Az Zahra.
Dalam suatu Riwayat dikisahkan bahwa pada suatu hari setelah mereka menikah Fatimah Az Zahra berkata pada Ali bin Abi Thalib, ‘’Wahai suamiku, maafkanlah aku karena pernah merasakan satu kali jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya sebelum menikah denganmu’’.
Baca Juga: Kisah Inspiratif: Tiga Tokoh Cendekiawan Muslim dengan Karya Cemerlang di Bidang Ilmu Kedokteran
Ali bin Abi Thalib pun menjawab, ‘’Siapakah pemuda tersebut, wahai istriku? Dan mengapa engkau tidak menikah dengan pemuda itu?’’.
‘’Pemuda itu adalah dirimu,’’ jawab Fatimah Az Zahra seraya tersenyum. Dengan rasa terharu, Ali bin Abi Thalib tersenyum menatap Fatimah Az Zahra dengan hangat dan penuh cinta.
Itulah kalimat terindah dari seorang istri. Subhanallah.
Sungguh kisah cinta yang luar biasa bukan? Kisah termanis yang bahkan setanpun tak mengetahuinya saking suci dan terjaganya.