Part 2: Wajib Tahu! Ini Sejarah Kerajaan Riau Lingga yang Pernah Dipimpin Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II!

Photo Author
- Selasa, 19 September 2023 | 21:35 WIB
Inilah Sejarah Kerajaan Riau Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (GENMUSLIM.id/Dok: Pexels/Yogendra Singh)
Inilah Sejarah Kerajaan Riau Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (GENMUSLIM.id/Dok: Pexels/Yogendra Singh)

Ia memerintah di Daik Lingga mulai tahun 1857 M hingga 1883 M. Di masa pemerintahannya, Kerajaan Riau Lingga mencapai puncak kejayaannya, Yang Dipertuan Muda saat itu adalah Yamtuan IX Raja Haji Abdullah dan memerintah di Pulau Penyengat.

Dilantik oleh Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II Yang Dipertuan Besar Riau Lingga ke-4 dan Yamtuan X Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi mulai dari tahun 1858 M hingga 1899 M dan juga memerintah di Pulau Penyengat.

Dirinya digelar Marhum Damnah dan mangkat di Daik Lingga, pada masa pemerintahan Tengku Embung Fatimah di tahun 1883 M hingga 1885 M, menggantikan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II.

Baca Juga: Sejarah Falsafah Islam, Biografi Sekilas Mengenai Filsuf Muslim Ibnu Thufail Beserta Karya Besarnya

Daik Lingga berkembang pesat menjadi pusat perdagangan serta pemerintahan dengan kehadiran banyaknya pendatang, antara lain, Sulawesi, Kalimantan, Siak, Pahang, Bangka, Belitung, China, Padang dan sebagainya ke Daik.

Keadaan ini menyebabkan kekhawatiran jika Kerajaan Riau Lingga sedang menyusun kekuatan baru untuk melawan Belanda.

Oleh karena itu, Belanda menetapkan Asisten Residen di Tanjung Buton, ini sebuah pelabuhan yang berhadapan dengan Pulau Mepar dan berjarak 6 KM dari pusat Kerajaan Riau Lingga.

Pada tanggal 18 Mei 1905, Belanda membuat perjanjian baru yang berisi, antara lain, Belanda membatasi kekuasaan dari Kerajaan Riau Lingga dan mewajibkan Bendera Belanda harus dipasang lebih tinggi daripada Bendera Kerajaan Riau Lingga.

Perjanjian tersebut dibuat karena Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II Yang Dipertuan Besar Riau Lingga ke-6 dari tahun 1885 hingga 1911, yang saat itu secara terang-terangan melawan Belanda.

Belanda memaksa Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II menandatangani perjanjian ini.

Atas kesepakatan dari pembesar-pembesar kerajaan seperti Engku Kelana, Raja Ali, Raja Hitam dan beberapa kerabat Sultan, maka Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II memutuskan menolak untuk menandatangani perjanjian tersebut.

Baca Juga: Sejarah Falsafah Islam, Sekilas Biografi Filsuf Muslim Ibnu Bajjah Beserta Gagasan Besarnya Tentang Jiwa

Sang Sultan membuat persiapan yaitu dengan membentuk pasukan di bawah pimpinan Putra Mahkota yaitu Tengku Umar / Tengku Besar.

Sikap tegas dari Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah II dan juga pembesar Kerajaan dalam menantang Belanda ini pun menimbulkan amarah Belanda.

Pada tahun 1911, sejumlah kapal Belanda mendekati Pulau Penyengat pada pagi hari serta menurunkan ratusan orang serdadu untuk mengepung Istana.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Muhammad Reza Nurcholis, S.Si

Sumber: berbagai sumber

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X