Beberapa negara seperti Mesir, Saudi, Yordania, dan Amerika (KAPF) The Kuwait Awqaf Public Foundation telah melakukan pengelolaan dan pemberdayaan tanah wakaf dengan tujuan menyejahterakan rakyatnya.
Sedangkan di Indonesia kegiatan wakaf tanah atau harta relatif kecil atau hanya dilakukan oleh orang kaya.
Faktor yang menyebabkan permasalahan tersebut antara lain: masalah dalam pengelolaan lembaga wakaf, masyarakat yang masih tergiur dengan ekonomi non syariah, dan masalah fikih wakaf.
Maka untuk meningkatkan pemahaman terhadap masyarakat mengenai wakaf yaitu perlu adanya paradigma baru dalam pengembangan wakaf bergerak seperti wakaf uang atau saham yang kemudian bisa dikembangkan untuk melakukan pembangunan pendidikan Islam, Rumah Sakit Islam, bantuan pemberdayaan ekonomi umat, dan pengembangan sarana dan prasarana ibadah masyarakat yang sesuai dengan aturan UU No. 41 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2006.
c)Wakaf Tunai dan Wakaf Uang.
Pada masa Dinasti Ayyubiyah di Mesir perkembangan wakaf tidak hanya dengan benda tidak bergerak seperti tanah, tapi bagi siapa pun yang tidak memiliki tanah tapi memiliki harta atau uang bisa diwakafkan.
Selain itu para pemimpin juga menetapkan kebijakan terhadap orang Kristen dari Iskandaria wajib membayar bea cukai jika ingin berdagang di wilayah Islam.
Uang bea cukai tersebut yang menjadi wakaf untuk para fuqoha, kepentingan politik.
Baca Juga: Rahasia Kulit Cantik Muslimah: 5 Kesalahan Penggunaan Skincare yang Harus Diwaspadai di Malam Hari
Terdapat beberapa pendapat mengenai wakaf tunai atau uang.
Menurut Imam az-Zuhri (124 H) membolehkan dinar (mata uang) untuk wakaf.
Wahbah Azzuhaily yang menganut Imam Hanafi menyebutkan bahwa wakaf uang itu dibolehkan, dan uang itu akan dijadikan modal usaha dengan mudhorobah.
Ibnu Jibrin membolehkan, sedangkan menurut MUI (2007) dan Mazhab Syafi’i membolehkan wakaf uang.