Yang aku tahu malam ini aku masih mempunyai kawan untuk menjalankan skenario Tuhan sebagaimana mestinya.
Teori yang mengajarkan bahwa Tuhan maha pembolak-balik hati malam ini terjadi padaku disaat saat aku sudah merasa benar-benar lelah dan menyerah.
“Jadi sekarang aku harus gimana? Bukannya dia dekat dengan orang lain?”
“Enggak usah berlebihan, nikmati aja. Sandri beruntung diperjuangkan orang yang keras kepala kayak kau,” katanya singkat.
Malam ini aku makin sadar bahwa diri ini memiliki perasaan yang besar pada Sandri. Aku ingin mengingatnya, melebihi apa yang mampu diingat oleh ingatanku.
Benar kata Puji, tugasku hanyalah menyatakan perasaan, bukan memastikan perasaan itu berbalas. Perihal terbalas atau tidak, itu urusan lain.
Ya itu urusan lain karena semua yang milikmu akan kembali padamu, tidak perlu memaksakan semuanya. Sandri bukan sekedar pilihan, sebab aku tentu saja tak sekedar memilih, aku berjuang.
“Mau cappuccino lagi?” tawarku padanya kali ini.
“Pisang goreng aja.” jawabnya sambil tersenyum.
Cappuccino dinginku tak lagi berasa, tetapi aku tahu dia juga ikut tersenyum mendengar ujung percakapan kami malam ini.
Yang tergambar jelas di saat itu hanyalah hujan yang belum juga menunjukkan redanya dan suasana warkop yang makin sunyi.
Tak terasa, jam dinding di pojok menunjukkan angka 12. Aku pun tersadar, Tuhan baru saja menghentikan waktu untukku.
Sekedar membahas permasalahan singkatku bersama malaikat yang baru saja kusapa iblis.
Untuk pertama kalinya aku merasa Tuhan maha puitis.
Malam ini Ia mengajariku bagaimana cara menyusun skenario hidup yang begitu rumit, pahit dan penuh tangis. Tapi percayalah, Ia tak akan lupa membingkainya dengan cinta yang begitu manis.