fiksi

Masa Kesendirian Aini, Titik Balik Cinta yang Sebenarnya, Series Aini: Penerimaan

Kamis, 31 Agustus 2023 | 16:40 WIB
Aini mencintai kehilangan dalam kesendirian hingga di titik penerimaan keadaan (GENMUSLIM.id/dok: Canva)
GENMUSLIM.id- Usia perjalanan kurang lebih 10 km dalam kesendirian, Aini sampai juga di rumahnya yang nampak sepi dengan mencintai kehilangan yang sama semenjak sang Ayah tiada.
 
Ibunya nampak sudah kembali ke aktivitas biasanya hingga tak jarang bercanda dengan Aini yang lebih sering sibuk dalam kesendirian memberi ruang tersendiri bagi pekerjaannya supaya dapat mencintai kehilangan seiring berjalannya waktu.
 
Meskipun demikian, tak ada yang bisa menutupi rindunya hati seperti dalam masa terlalu sepi akan kesendirian Aini sering kali tertidur tanpa sengaja di luar kontrolnya dan satu masa ada mimpi bertemu ayahnya dan menyebutkan Q.S Al-Insyira: 6-7. Mimpi itu seketika melenyapkan usahanya mencintai kehilangan.
 
 
Gugur sudah kuat yang dibangun Aini, seolah pondasi mencintai kehilangan lenyap begit saja, ia berlari menuju ibunya yang di dapur dan memeluk sembari menangis bercerita apa yang telah ia alami dalam mimpi. Ayahnya menyemangati Aini tentang kesendirian diri lewat mimpi dan masa sulit perasaan.
 
“Bersama kesulitan ada kemudahan. Ayah menyemangati kamu, nak” Aini hanya bisa mengangguk menyetujui ucapan ibunya sambil terus terseduh menangis seperti kala ia masih kecil di masa lalu.
 
Aini bukan gadis yang kuat, menangis adalah senjata yang bisa ia gunakan terus menerus sejak di masa lalu. Kesendirian kini seakan menghabiskan air mata yang biasa tumpah ruah.
 
Aini sudah lupa kapan terakhir ia menangis bukan sebab kehilangan, semenjak semua kehilangan seakan pahit di kehidupannya, ia sudah tak pernah menangis walaupun sekedar teriris pisau saat memasak.
 
Sempat Aini berpikir apa yang membuatnya merasa kehilangan dan harus mencintainya, sedangkan tidak satu pun di muka bumi yang ia miliki. Mencintai kehilangan apa yang tengah diusahakannya, padahal sekadar tangan yang biasa digunakannya adalah kepemilikan Allah yang sesungguhnya.
 
 
Harusnya mencintai kehilangan adalah sebuah keharusan dan soal kesendirian, pada akhirnya tiap manusia akan sendiri pada waktu yang telah tertulis. Tak dapat ditawar, tak dapat dihilangkan, kepastian yang sering dilupakan. Kematian.
 
Aini terkesiap, menyadari ia di ruang tamu sudah beberapa menit dalam renungan kejadian selama ini, entah tentang kesendirian atau mencintai kehilangan.
 
Rumah ini sudah berbeda semenjak kehilangan kepalanya, tidak terlihat candaan bersama kucing atau bau parfum khasnya menyeruak seisi rumah kala waktu sholat tiba.
 
Aini segera tersadar dan melihat ponsel, entah sejak kapan Sanisan menjadi sangat cerewet, mengirim pesan sangat banyak bahkan sempat menelponnya hanya sebab menanyakan bagaimana proses nadzhor-nya.
 
Nasdzor atau dalam artian melihat merupakan salah satu tahapan dalam proses menuju khitbah. Saat ini yang baru saja Aini lakukan adalah nadzor, memang Sanisan adalah salah satu orang yang tahu dan satu-satunya orang dekat Aini yang tahu.
 
Ibu Aini tahu, hanya ia belum menjelaskan secara rinci hal-hal terkait. Meski demikian, semua berdasarkan persetujuan ibunya pun ibunya mengetahui setiap apa-apa yang tengah dilalui prosesnya oleh Aini dan menitipkan kepada murobbi anaknya tersebut untuk mewakilinya.
 
Pesan Sanisan hanya Aini baca, ia tidak membayangkan bagaimana ekspresi temannya ini yang sebenarnya juga dalam masa kesendirian tapi entah kenapa hanya ia yang semangat menjodohkan temannya, bukan dirinya.
 
Padahal syarat menjodohkan baiknya sudah berpasangan, supaya menghindari ketidakpahaman atau bahkan malah berjodoh dengannya.
 
Tidak lama dari pengabaian pesan, ponsel Aini berdering nyaring menandakan ada panggilan telpon masuk dan sudah bisa ditebak dari siapa gerangan, Sanisan tentunya.
 
Aini tertawa melihat layar ponselnya, bukan sebab Sanisan menelpon, tetapi membayangkan responsnya apabila mendengar bahwa yang ada di tempat pertemuan adalah orang yang dengan semangat dijodohkan dan mantannya.
 
 
Ya, sebenarnya terlepas dari siapa, Aini lebih terkejut dengan pendampingnya adalah Rio. Masa lalu yang pada akhirnya ia bulat tekad menghijrakan diri tekun pada kesendirian.
 
Sebelum kesendirian akrab dengannya bahkan mencintai kehilangan harus ia latih ketika melihat Bagas bersama Dwi, ia telah merasakan kerelaan itu diuji ketika harus berpisah dengan Rio yang memutuskan pergi memilih adik tingkatnya.
 
Hubungan Aini dan Rio di masa lalu memang tidak cukup baik akhirnya, tetapi mantan dari SMA-nya itu usai pertemuan hari pernikahan Dwi sudah meminta maaf melalui pesan singkat WA.
 
Aini tidak ingin memunculkan rasa masa lalu, ia telah lelah dengan perjuangannya mencintai kehilangan, jadi permintaan maaf itu hanya ia jawab salam. Selebihnya ia baca saja dan menjawab di dalam hati.
 
Aini sudah tak marah, walaupun apabila ditanya ada tetap rasa sedih tertuang di dalamnya. Meski demikian, ia bersyukur Allah kasih hebat untuknya menjemput hidayah di titik berhijrah mencintai kehilangan dan berusaha taat dalam kesendirian.
 
“Assalamu’alaikum” telpon itu diangkat usai terhitung hampir sepuluh kali Sanisan mengulang panggilan.
 
Di seberang telpon, Sanisan mengajak Aini bertemu dengan alasan ada sesuatu yang mengagetkannya. Berhubung Aini baru saja keluar dan selesai membersihkan diri, maka Ain menolak hal tersebut yang tentu langsung dihadiahi amukan sahabatnya itu.
 
Sanisan bukan orang yang menyerah, ia melajukan kendaraan menuju rumah Aini yang disambut gelak tawa wanita bermata sedikit kecil apabila tertawa hilang, tetapi tidak sipit.
 
“Effort banget ya intel kita, bawa informasi naon teh?” AIni benar membawakan teh untuk tamu dadakannya yang membawa martabak manis di sore menuju malam ini.
 
“Angga ask about you to me” Aini yang minum seketika terbatuk mendengar penuturan Sanisan.
 
“Ada hal yang aku lewatkan kah? Angga yang kayaknya basa basi aja jarang loh, tiba-tiba kayak orang yang lagi survey itu. Nanya-nanya” Sanisan mengalihkan pandangan menatap tajam ke arah Aini.
Aini yang dipandangi hanya dapat tersenyum sembari mengangkat alis dan bahu dengan ragu.
 
“Siapa yang nadzor sama kamu Ai? Jawab ih!” lagi-lagi Aini tertawa mendengar penuturan Sanisan, meski di pikirannya Angga begitu serius dan cepat bergerak rupanya, baru pulang dari nadzhor udah survey saja. Itu di pikiran Aini. Tapi sayangnya gak pandai caranya bagi Aini.
 
Aini saja masih sibuk dengan pikirannya yang tidak berujung tentang dua wajah yang tengah dilihatnya. Memang saat menerima tawaran proses, Aini hanya dilihatkan cv tanpa nama dan pekerjaan jelas yang membuat tidak ada satu dari mereka yang tahu siapa yang akan ditemui, serta menerima terlebih dahulu apa-apa yang tidak terlihat.
 
Aini menarik napas setelah desakan dari Sanisan tidak mempan membuatnya angkat bicara, kesiapannya pun dibuat oleh dirinya sendiri sebagai upaya memberitahukan pada Sanisan.
 
“Iya. Bagas orangnya” nampaknya di setiap peristiwa hari ini, semua pelaku yang terlibat harus diberi sentuhan keterkejutan.
 
Tempat yang berbeda, keterkejutan tak kalah hebatnya. Tentang seorang yang mungkin menjadi masa depan, tahu akan masa lalunya Aini yang menjadi luka awal tak terobati.***
 
Sobat Genmuslim yang baik hatinya, ingin mendapat berita update setiap hari dari Genmuslim.id? Ayo gabung di Grup Telegram "GENMUSLIM NEWS", caranya klik link https://t.me/genmuslimnews, kemudian join. Langkah pertama install aplikasi Telegram di Ponsel.
 
 

Tags

Terkini